di taman itu ada kumbang tergelak rapuh
menangis sepuh
di antara hamparan ilalang-ilalang hijau
menunggu maut menjemput
embun yang lindap
batu-batu diam tak bergeming
pada ke dua pipinya
air mata menarinari
sayap yang terkoyak
pijar meredup padam
tanpa di bayang
kupu-kupu menghampiri
bernyanyi
hibur kumbang
hingga langit tersenyum
dan maut datang menjemput
di taman itu ada kumbang
melepas raga
pergi mengawan
dengan senyum indah menawan
Kairo,
26 April 2010 [05:02]
kata yang retak
di sepertiga nisan itu masih terhampar kenangan
berwarna rona
melebihi bait pelangi
hanya ada satu warna
yang belum memiliki nama
: itu, dirimu
kata yang belum sempat
terucap
Kairo,
25 April 2010 [19:06]
berwarna rona
melebihi bait pelangi
hanya ada satu warna
yang belum memiliki nama
: itu, dirimu
kata yang belum sempat
terucap
Kairo,
25 April 2010 [19:06]
doa (dari seribu doa)
menggenggam sebuah pena usang
bertinta hitam penuh kenang
di antara gerusan
rasa pilu
naik menapak
menjadi peluh
menggenggam sebuah pena usang
menulis doa di sayap kiri kupu-kupu biru
dibuai harapan semu
penuh risau
seikat kata beku
sembilu belum lalu
terbangkan saja itu kupu-kupu
biar mencapai langit biru
dan terbaca olehNya
teriakan parau yang terkunci dalam hati
"Tuhan tolong diriku"
Kairo,
25 April 2010 [17:05]
bertinta hitam penuh kenang
di antara gerusan
rasa pilu
naik menapak
menjadi peluh
menggenggam sebuah pena usang
menulis doa di sayap kiri kupu-kupu biru
dibuai harapan semu
penuh risau
seikat kata beku
sembilu belum lalu
terbangkan saja itu kupu-kupu
biar mencapai langit biru
dan terbaca olehNya
teriakan parau yang terkunci dalam hati
"Tuhan tolong diriku"
Kairo,
25 April 2010 [17:05]
embun sepi itu, air mata
diantara riak-riak air langit
jatuhkan setetes embun pada mata gadis
membasahi pipi
menggigil bibir
diantara serpih-serpihan air mata
bulirnya terjatuh pada permukaan,
membasuh wajah sepi bumi
tinggal membekas
menjadi kenangan
25 April 2010 [03:59]
jatuhkan setetes embun pada mata gadis
membasahi pipi
menggigil bibir
diantara serpih-serpihan air mata
bulirnya terjatuh pada permukaan,
membasuh wajah sepi bumi
tinggal membekas
menjadi kenangan
25 April 2010 [03:59]
Suara Kami
negara diam bisu
gagu ambigu
seperti gadis lugu
yang ingusnya dilap tanpa tisu
para petinggi hanya saksikan pelacur mantrubasi
kita kaum jelata cukup berfantasi
tak perlu orasi
yang ada nanti dapat somasi
malah tidur di jeruji besi
ah, nasib kaum bawah
cukup menjadi penikmat kawah
syukur-syukur gak mati di rawa
yang ada nanti mayat di jual setelah melayang nyawa
o, para petingi kami
suara kami tolong di perdengarkan
hal mudah bukan?
jangan hanya bersenandung manis
ini lihat hati kami teriris
hidup kami miris
mati diantara garis nyaris
beruntung masih ada Tuhan
pemilik semesta
meskipun kami hidup tanpa lahan
tapi Tuhan akan mengabulkan doa kami di tiap kata.
Kairo,
23 April 2010 [16:37]
gagu ambigu
seperti gadis lugu
yang ingusnya dilap tanpa tisu
para petinggi hanya saksikan pelacur mantrubasi
kita kaum jelata cukup berfantasi
tak perlu orasi
yang ada nanti dapat somasi
malah tidur di jeruji besi
ah, nasib kaum bawah
cukup menjadi penikmat kawah
syukur-syukur gak mati di rawa
yang ada nanti mayat di jual setelah melayang nyawa
o, para petingi kami
suara kami tolong di perdengarkan
hal mudah bukan?
jangan hanya bersenandung manis
ini lihat hati kami teriris
hidup kami miris
mati diantara garis nyaris
beruntung masih ada Tuhan
pemilik semesta
meskipun kami hidup tanpa lahan
tapi Tuhan akan mengabulkan doa kami di tiap kata.
Kairo,
23 April 2010 [16:37]
wanita untuk doa
merekah mawar
: merah
seindah lima
: tapak darah
setegak
bunga matahari
merengkuh
pijar-pijar
najam
mengikat suci
diantara
jiwa raga
: ini
sebuah doa
: kita
wanita Indonesia
Kairo,
21 April 2010 [05:59]
: merah
seindah lima
: tapak darah
setegak
bunga matahari
merengkuh
pijar-pijar
najam
mengikat suci
diantara
jiwa raga
: ini
sebuah doa
: kita
wanita Indonesia
Kairo,
21 April 2010 [05:59]
no need a title
me and my self if you can feel being my self
in this whole ignorance life
then you feel this missing heart.
i wish you know that.
when a reality came to you
and try to awaking you
i wish you know that
i was totally hurt
i was tottally cofused
in the midle of this
unbalance personality
in the midle of this strugle family
there's no more love i fell
there's no more pressence i sense
just only me me and my self
mother please look at me...
what was they say is right
am loosing my mind
daddy look at me
can u feel being me?
when u will open youre heart for us
in this whole ignorance life
then you feel this missing heart.
i wish you know that.
when a reality came to you
and try to awaking you
i wish you know that
i was totally hurt
i was tottally cofused
in the midle of this
unbalance personality
in the midle of this strugle family
there's no more love i fell
there's no more pressence i sense
just only me me and my self
mother please look at me...
what was they say is right
am loosing my mind
daddy look at me
can u feel being me?
when u will open youre heart for us
Garuda Indonesia
kobar bendera negeriku
selaksa merah darah bergejolak
puji Tuhan
: kudus
titipkan putih
hingga sepasang
terpatri
menjadi garis dalam nadi
berpijak negeriku letak
ukiran surga ke dua
jemari Tuhan
antara pilar-pilar
pijar safa
di lukis lembut
rona pelangi
rahim subur tanah kami
gema kidung dewadaru
hingga para pedapa
bercumbu liar
meski terkadang bumi murka
kucup-kucup tetap menghias hari
senyumkah kami?
abadi!
jejak jingga
pada senja
merebak
merekah harapan
kepastian pasti
dengan tegas kunyatakan
: itu
tentang negeri kami
garuda Indonesia
Kairo,
18 April 2010 [13:58]
selaksa merah darah bergejolak
puji Tuhan
: kudus
titipkan putih
hingga sepasang
terpatri
menjadi garis dalam nadi
berpijak negeriku letak
ukiran surga ke dua
jemari Tuhan
antara pilar-pilar
pijar safa
di lukis lembut
rona pelangi
rahim subur tanah kami
gema kidung dewadaru
hingga para pedapa
bercumbu liar
meski terkadang bumi murka
kucup-kucup tetap menghias hari
senyumkah kami?
abadi!
jejak jingga
pada senja
merebak
merekah harapan
kepastian pasti
dengan tegas kunyatakan
: itu
tentang negeri kami
garuda Indonesia
Kairo,
18 April 2010 [13:58]
waka
Haiku:
pagi meresah
mandala matahari
mengigau musim
Katauta:
puyuh menari
angin bernafas perih
Tuhan menggenggam langit
Sedoka:
ceria mentari
menawan awan putih
kidung ditenun dewi
Choka:
pucuk di bunga
pesona ujung ranting
tawa dahlia
kumbang hilang dahaga
mawar di pinang
kupu-kupu tersenyum
tamanku sorak ramai
Tanka:
inggung rerumput
bunga kapas beruban
langit menatap
awan putih terhempas
nyawa di simpul mati
18 April 2010 [05:04]
pagi meresah
mandala matahari
mengigau musim
Katauta:
puyuh menari
angin bernafas perih
Tuhan menggenggam langit
Sedoka:
ceria mentari
menawan awan putih
kidung ditenun dewi
Choka:
pucuk di bunga
pesona ujung ranting
tawa dahlia
kumbang hilang dahaga
mawar di pinang
kupu-kupu tersenyum
tamanku sorak ramai
Tanka:
inggung rerumput
bunga kapas beruban
langit menatap
awan putih terhempas
nyawa di simpul mati
18 April 2010 [05:04]
seperti jingga
selaksa jingga
yang mampu menghapus,
kesah resah saat memisau
sepi di tepi yang merisau
hingga hilang lenggang sendesau
selaksa jingga
memberi indah setiap kata
lalu selaksa jingga
saat menghias sanubari jiwa
penuh penantian
pengharapan
kepastian
: jingga
dan
: jingga itu
nafas
dalam setiap nadimu
18 April 2010 [04:35]
yang mampu menghapus,
kesah resah saat memisau
sepi di tepi yang merisau
hingga hilang lenggang sendesau
selaksa jingga
memberi indah setiap kata
lalu selaksa jingga
saat menghias sanubari jiwa
penuh penantian
pengharapan
kepastian
: jingga
dan
: jingga itu
nafas
dalam setiap nadimu
18 April 2010 [04:35]
kenang lapak priuk
darah bernyanyi
gerimis air mata
meliuk lirih
........... rintis
..................... : rintik
retak
lonceng Tuhan
mati!
: itu
kenang manusia kemari
terbunuh di tanah
beta!
Kairo,
16 April 2010 [09:11]
gerimis air mata
meliuk lirih
........... rintis
..................... : rintik
retak
lonceng Tuhan
mati!
: itu
kenang manusia kemari
terbunuh di tanah
beta!
Kairo,
16 April 2010 [09:11]
bunga karat (IV)
termangu sendiri
di antara jeda kerai-kerai
mencoba pahami langit
saksikan kidung rembi batari
........... seruling para peri
dalam sunyi
............ tadahkan pelangi
penghantar ruh-ruh kesepian
: itu
peluh bunga karat
mematah angan
setelah hendak mati
Kairo,
15 April 2010 [04:54]
di antara jeda kerai-kerai
mencoba pahami langit
saksikan kidung rembi batari
........... seruling para peri
dalam sunyi
............ tadahkan pelangi
penghantar ruh-ruh kesepian
: itu
peluh bunga karat
mematah angan
setelah hendak mati
Kairo,
15 April 2010 [04:54]
bunga karat (III)
bunga karat hendak mati
di pasara bunda
hati merana
jiwapun dirasa ripuh
mengurai angan
gaduh dendang bersenandung
entah dimana layak bumi
mengandung
angan melupa
terbang melayang
mengawan menawan
itu puan harapkan khayal
merpati tiba datang
menjelang diri
mematah bayang
antara hati dan jantung
bersabda
aku belum rela mati
bunga karat tertidur sejenak
setelah koma
melupa titik
bangunlah sudah
Kairo,
14 April 2010 [15:24]
di pasara bunda
hati merana
jiwapun dirasa ripuh
mengurai angan
gaduh dendang bersenandung
entah dimana layak bumi
mengandung
angan melupa
terbang melayang
mengawan menawan
itu puan harapkan khayal
merpati tiba datang
menjelang diri
mematah bayang
antara hati dan jantung
bersabda
aku belum rela mati
bunga karat tertidur sejenak
setelah koma
melupa titik
bangunlah sudah
Kairo,
14 April 2010 [15:24]
bunga karat (II)
bunga karat
merupa kata
melanglang samudra
kutuk rasa
laut teduh menyapa
mahia tujuh samudra
selaksa karang bertalun
kepal serapah laun-laun
hidup diantara rona
warni warni tapak dara
berkalung pualam
air mata dewa
memegang trisula
meminang trista
dekam pada hening
dekih sejenak
lalu menikam jantung
putuslah nyawa
selesai sudah
14 April 2010 [14:51]
merupa kata
melanglang samudra
kutuk rasa
laut teduh menyapa
mahia tujuh samudra
selaksa karang bertalun
kepal serapah laun-laun
hidup diantara rona
warni warni tapak dara
berkalung pualam
air mata dewa
memegang trisula
meminang trista
dekam pada hening
dekih sejenak
lalu menikam jantung
putuslah nyawa
selesai sudah
14 April 2010 [14:51]
14 april 2010
titik
alenia baru
dengan rekah
kelopak-kelopak
bunga
dan embun
para peri
Tuhan dekaplah dia
alenia baru
dengan rekah
kelopak-kelopak
bunga
dan embun
para peri
Tuhan dekaplah dia
bunga karat (I)
merarai bukit bisu
dalam siluet patah petak
diantara semu silu
ah, retak
bunga karat
mulai melarat
tertikam syarat
satu-satu
: ratu
mandala dalam raga
gamam tertanam rasa
masih tergamang karsa
: lalu
o bunga karat
ini hidup menatap ujung
bukan lapak berdendang
pada tempat
pun berlalari menuju lalu
Kairo,
13 April 2010 [08:00]
dalam siluet patah petak
diantara semu silu
ah, retak
bunga karat
mulai melarat
tertikam syarat
satu-satu
: ratu
mandala dalam raga
gamam tertanam rasa
masih tergamang karsa
: lalu
o bunga karat
ini hidup menatap ujung
bukan lapak berdendang
pada tempat
pun berlalari menuju lalu
Kairo,
13 April 2010 [08:00]
Satu Resep Bunuh Diri
aku?
aku ini siapa?
aku
pemuda?
suram!
murka pada dunia
apa yang kalian lihat?
apa yang kalian pandang?
a?ku!
akan buktikan perkataan
Tuhan
kehidupan setelah kematian
berjalan dalam gelap
lari dari bayangbayang
Tuhan pasti menungguku
menatapku dengan televisi maha besarnya
duduk santai di kursi malas
sambil mengunyah sebuah apel
dinda wanitaku jangan terpaku menatapku
jangan teteskan air mata untukku
rapikan saja dipan yang engkau pakai lacur malam tadi
dinda wanitaku
pemilik bibir maha indah
railah tanganku
sentu jemariku
ucapku satu selamat tinggal
pasti kalbunya menangis
meraung
memecah hening malam
senyumku mengembang
merekah sempurna
revolver pindad kaliber 38mm, yang berada pada tangan kananku
ku arahkan tepat pada pelipis kepalaku
dinda
peluru ini akan menembus
kepalaku
meleburkan otakku
dinda
jadikan kematianku pelajaran termanismu
saksikan!
perhatikan!
bagaimana nikmatnya ajal menjemput
ku tatap dia sekali lagi
lalu pejamkan mata
"kematian sekarang aku datang!"
"Tuhan sambutlah aku!"
"hahahahaha"
"fuck!"
dinda
selamat datang dipertunjukan maha hebatku
ku tarik pelatuknya
lalu
DOR!
aku ini siapa?
aku
pemuda?
suram!
murka pada dunia
apa yang kalian lihat?
apa yang kalian pandang?
a?ku!
akan buktikan perkataan
Tuhan
kehidupan setelah kematian
berjalan dalam gelap
lari dari bayangbayang
Tuhan pasti menungguku
menatapku dengan televisi maha besarnya
duduk santai di kursi malas
sambil mengunyah sebuah apel
dinda wanitaku jangan terpaku menatapku
jangan teteskan air mata untukku
rapikan saja dipan yang engkau pakai lacur malam tadi
dinda wanitaku
pemilik bibir maha indah
railah tanganku
sentu jemariku
ucapku satu selamat tinggal
pasti kalbunya menangis
meraung
memecah hening malam
senyumku mengembang
merekah sempurna
revolver pindad kaliber 38mm, yang berada pada tangan kananku
ku arahkan tepat pada pelipis kepalaku
dinda
peluru ini akan menembus
kepalaku
meleburkan otakku
dinda
jadikan kematianku pelajaran termanismu
saksikan!
perhatikan!
bagaimana nikmatnya ajal menjemput
ku tatap dia sekali lagi
lalu pejamkan mata
"kematian sekarang aku datang!"
"Tuhan sambutlah aku!"
"hahahahaha"
"fuck!"
dinda
selamat datang dipertunjukan maha hebatku
ku tarik pelatuknya
lalu
DOR!
mawar itu tidak mati
kelopak gugur
para mawar
kembali dirajut
peri penyulam
satu demi satu
dengan benang embun
hingga sempurna
.................. : merekah kembali
Kairo,
11 April 2010 [13:07]
para mawar
kembali dirajut
peri penyulam
satu demi satu
dengan benang embun
hingga sempurna
.................. : merekah kembali
Kairo,
11 April 2010 [13:07]
gadis kecil
Gadis kecil itu menunggu ayahnya pulang dari kerja. Malam semakin larut waktu sudah menunjukan pukul 20:00. Tapi gadis kecil itu tetap terjaga demi menyambut ayahnya, karena ada hal penting yang harus dia beri tahu. Bahwa dirinya berulang tahun dan umurnya bertambah.
Banyak teman-temannya yang diberi hadiah oleh orang tuanya saat berulang tahun.
Dan gadis kecil itupun mengharapkan hal yang sama.
Akhirnya setelah lama menunggu, ayahnyapun pulang. Sumringah wajah gadis itu menyambut ayahnya, karena dalam hatinya dia akan dipeluk dan diberi hadia.
"Ayah aku ulang tahun umurku sekarang sepuluh tahun." Gadis itu memberi tahu ayahnya. Sambil menarik-narik tangan ayahnya.
"Ayah capek!, jangan ganggu ayah. Ayah mau istirahat." Jawab ayahnya sambil melepaskan tangan gadis itu. Dan menuju kamar tidurnya.
Gadis kecil itu hanya diam membisu, harapan yang ada dalam khayalannya hanya semu. Menangispun percuma.
Kesedihan?
cukup tegas dalam mata beningnya.
Pedih?
cukup terlukiskan dalam senyumannya.
Lalu gadis kecil itupun pergi ke ruang atas menuju kamarnya. Memasuki kamarnya. Dan menutup pintunya. Tak ada yang menyadari setelah pintu itu tertutup. Gadis kecil itupun menutup hatinya. Dengan ayahnya maupun yang lainnya.
Kairo,
11 April 2010 [06:24]
Banyak teman-temannya yang diberi hadiah oleh orang tuanya saat berulang tahun.
Dan gadis kecil itupun mengharapkan hal yang sama.
Akhirnya setelah lama menunggu, ayahnyapun pulang. Sumringah wajah gadis itu menyambut ayahnya, karena dalam hatinya dia akan dipeluk dan diberi hadia.
"Ayah aku ulang tahun umurku sekarang sepuluh tahun." Gadis itu memberi tahu ayahnya. Sambil menarik-narik tangan ayahnya.
"Ayah capek!, jangan ganggu ayah. Ayah mau istirahat." Jawab ayahnya sambil melepaskan tangan gadis itu. Dan menuju kamar tidurnya.
Gadis kecil itu hanya diam membisu, harapan yang ada dalam khayalannya hanya semu. Menangispun percuma.
Kesedihan?
cukup tegas dalam mata beningnya.
Pedih?
cukup terlukiskan dalam senyumannya.
Lalu gadis kecil itupun pergi ke ruang atas menuju kamarnya. Memasuki kamarnya. Dan menutup pintunya. Tak ada yang menyadari setelah pintu itu tertutup. Gadis kecil itupun menutup hatinya. Dengan ayahnya maupun yang lainnya.
Kairo,
11 April 2010 [06:24]
07 November 2004
ada maut
yang sedang bertamu disana
sayang,
dia tertarik padamu
lalu membawamu ikut serta
Kairo,
09 April 2010 [05:05]
yang sedang bertamu disana
sayang,
dia tertarik padamu
lalu membawamu ikut serta
Kairo,
09 April 2010 [05:05]
boneka angin (permainan Dolphin dan Ranting)
Ranting:
boneka angin
yang terombang ambing
mencari tempat kembali
Dolphin:
simpang siur
tak tentu arah
karna sebenarnya ia juga tak yakin
apakah masih mempunyai tempat kembali
Ranting:
hanyut terbawa penyesalan
lelah menimang hati
boneka angin
menggenggam segenap
lara
yang separuh hati
separuh jiwa
sudah terenggut angin
berusaha menyempurnakan
Dolphin:
angin
kemana arahmu?
dimana laraku?
aku berbagi arwah terkutuk
bahkan tersenyumpun aku terluka
aku masih tetap terkantung
di gerbang dimensi dua dunia
Ranting:
angin
cepat bawa aku pulang
angin
aku ingin tertidur
lelah akan semua ini
angin
aku tak ingin
menjadi boneka angin
Dolphin:
nyatanya angin
mendesir
menghembus
menderai
berputar-putar
bagai tornado berskala kecil
di kepala
di dada
di mana-mana
dan debu itu terurai
berterbangan tak akan kembali
karna angin
aku tak ingin menjadi boneka angin
angin hanya tersungut-sungut
Ranting:
: itu
tentangku sayang
terbunuh, dalam sepi!
Dolphin:
iya betul!
itu tentangku
sayang
bercengkrama, bersama sunyi!
boneka angin
yang terombang ambing
mencari tempat kembali
Dolphin:
simpang siur
tak tentu arah
karna sebenarnya ia juga tak yakin
apakah masih mempunyai tempat kembali
Ranting:
hanyut terbawa penyesalan
lelah menimang hati
boneka angin
menggenggam segenap
lara
yang separuh hati
separuh jiwa
sudah terenggut angin
berusaha menyempurnakan
Dolphin:
angin
kemana arahmu?
dimana laraku?
aku berbagi arwah terkutuk
bahkan tersenyumpun aku terluka
aku masih tetap terkantung
di gerbang dimensi dua dunia
Ranting:
angin
cepat bawa aku pulang
angin
aku ingin tertidur
lelah akan semua ini
angin
aku tak ingin
menjadi boneka angin
Dolphin:
nyatanya angin
mendesir
menghembus
menderai
berputar-putar
bagai tornado berskala kecil
di kepala
di dada
di mana-mana
dan debu itu terurai
berterbangan tak akan kembali
karna angin
aku tak ingin menjadi boneka angin
angin hanya tersungut-sungut
Ranting:
: itu
tentangku sayang
terbunuh, dalam sepi!
Dolphin:
iya betul!
itu tentangku
sayang
bercengkrama, bersama sunyi!
Teater langit. Hujan
dan
: hujan
alam menopang rindu
membuahi rahim bumi
membenahi
belukar akar
menghapus
tapak-tapak matahari
memberi nuansa
pelangi
pada kami
lalu
: Tuhan
haturkan kasih
@ Elmira
: hujan
alam menopang rindu
membuahi rahim bumi
membenahi
belukar akar
menghapus
tapak-tapak matahari
memberi nuansa
pelangi
pada kami
lalu
: Tuhan
haturkan kasih
@ Elmira
kamu
bila mentari semburatkan lara dan angin selatan tutur merisak
aku masih dapat lari menghindar
tapi ini
bayangmu
bayang dirimu
bayang milikmu
mana dapat diriku mengelak rarai diri?
@ Elmira
aku masih dapat lari menghindar
tapi ini
bayangmu
bayang dirimu
bayang milikmu
mana dapat diriku mengelak rarai diri?
@ Elmira
sembilu lalu
mawar merah
sudah tumbang
direnggut paksa
kumbang jantan
tinggal
membuka lembar
sembilu lalu
sudah tumbang
direnggut paksa
kumbang jantan
tinggal
membuka lembar
sembilu lalu
diantara bening-bening
tangan Tuhan bersatu
saat jemari menyentuh
langit
lalu mendung
menghilang pergi
tapi sendu matamu
tetap tertinggal diatas
sana
diantara
bening-bening
@ Elmira
saat jemari menyentuh
langit
lalu mendung
menghilang pergi
tapi sendu matamu
tetap tertinggal diatas
sana
diantara
bening-bening
@ Elmira
hatiku bicara
kenapa kau tak pernah menghargaiku?
seburuk apakah aku?
ibaratkan hatiku
selaksa
serakan pecah
gelas
remuk bukan?
bahkan buluh perindu
tak mampu
menghibur
ah ..
pedihku datang menghujam
tepat disepertiga hati
dalam liang sanubari
aku sedih
bibirku menggigil
dalam mataku
hanya ada telaga retak
langit?
langit masih berada diataskan?
apa musim kemarau masih sama?
angin sudahkah menggugat?
aku terjatuh lagi
pe?cah!
sadarku mulai koma
apa bumi mash berputar?
lalu awan?
masikah putih?
cabak-cabak tetap mengepakkah?
mengapa bulan masih tertidur dibarat?
lalu malam kemana?
dan air mata kapan dapat mati?
sarau
aku yang gagu ambigu
harapanku yang pudar meramu
koma segera menggapai titik
: mati?
seburuk apakah aku?
ibaratkan hatiku
selaksa
serakan pecah
gelas
remuk bukan?
bahkan buluh perindu
tak mampu
menghibur
ah ..
pedihku datang menghujam
tepat disepertiga hati
dalam liang sanubari
aku sedih
bibirku menggigil
dalam mataku
hanya ada telaga retak
langit?
langit masih berada diataskan?
apa musim kemarau masih sama?
angin sudahkah menggugat?
aku terjatuh lagi
pe?cah!
sadarku mulai koma
apa bumi mash berputar?
lalu awan?
masikah putih?
cabak-cabak tetap mengepakkah?
mengapa bulan masih tertidur dibarat?
lalu malam kemana?
dan air mata kapan dapat mati?
sarau
aku yang gagu ambigu
harapanku yang pudar meramu
koma segera menggapai titik
: mati?
kisah mawar merah (draft)
Pagi hari di kota bogor bersama teman-teman, aku berkunjung ke kebun raya bogor. Kebun raya bogor memang tempat yang menyenangkan, disini terdapat berbagai jenis tumbuhan mulai yang kecil hingga yang berumur ratusan tahun. Kami menikmati alam sambil sesekali mempelajarinya.
"Fiona istirahat sebentar.. kita makan dulu" tegur Mei padaku.
"Kamu duluan saja nanti aku menyusul. Aku masih mau jalan-jalan."
"Oke deh, jangan lupa tempatnya ya.. nanti nyasar lagi."
"Gak, santai aja.." jawabku sambil berlalu dari hadapan Mei.
Tempat ini sangat luas, ku telusuri setiap arahnya. Ku tapaki setiap jalannya. Tak ada kebisingan seperti di tengah ibu kota, disini embun lindap, pohon-pohon seperti tersenyum seakan merdeka, bebas dari serangan penebangan hutan liar dan polusi.
dapat ku dengar suara angin dan gesekan dedaunan. Tiba-tiba tatapan mataku tertuju pada sebuah taman kecil di belakan pohon yang menjulang tinggi.
Taman mawar?. Ternyata ada juga taman bunga mawar.
Saat mendekat semerbak harumnya menyambut, sungguh indah mawar-mawar ini merekah sempurna.
"Adik..." suara lembut tepat dibelakangku menyapaku.
ku palingkan wajah untuk mencari asal suara panggilan itu. Seorang gadis dengan paras elok, mata binar kehijauan, rambut terurai panjang keemasan. Mengenakan gaun putih bercorak bunga dengan sulaman merah muda.
Sepertinya dia bukan orang Indonesia. Mungkin dia turis, dan pakaiannya terlalu mencolok untuk berpergian ke tempat-tempat seperti ini.
"Nama adik siapa...?" tanyanya.
"Fiona kak" Bahasa indonesianya lancar sekali gumamku dalam hati.
"Nama yang indah, apa adik pernah tau. Mengapa mawar berduri, dan berada di bumi...?" tanyanya.
"Kalo itu sih gak tau kak" jawabku masih menatap wajahnya yang cantik.
Gadis itu memetik salah satu bunga mawar merah yang mekar dan ranum.
Lalu mendekatiku dan menyematkan mawar itu di daun telingaku. Dapat ku rasakan lembut jemari tangannya menyentuh pipi.
"Eh.. kak terimakasih mawarnya" jawabku malu. Sambil membenarkan letak mawar pada daun telingaku.
Gadis itu tersenyum, hijau matanya yang berbinar menatapku.
"Bolehkah aku bercerita sejenak" tanyanya.
"Boleh kak, mau cerita apa...?"
"Asal mula bunga mawar"
"Wah.. aku belum pernah dengar" jawabku.
Gadis cantik itu mengambil posisi untuk duduk. Dia melipat kakinya dengan anggun sekali. Dan jaraknya berdekatan dengan bunga-bunga mawar.
"Mari duduklah di dekatku, wahai manusia berparas cantik" ajaknya.
Ternyata kakak ini ramah sekali gumamku. Ku dekati dirinya. Lalu duduk manis tepat di sebelahnya.
"Di antara langit dan bumi ada jarak yang tak terhitung,
tapi bumi selalu menyaksikan kehidupan di langit, begitupun sebaliknya" gadis itu mulai bercerita sambil menengadahkan wajahnya pada langit. Entah mengapa tatapan matanya berubah sendu. Seperti ada kesedihan yang tersembunyi. Atau malah sebaliknya kebahagiaan?.
"Alkisah ada seorang dewi, yang bernama Luna adik dari Helios sol. Dewi bersayap kupu-kupu tujuh warna.
Berparas cantik, lembut sua dan sempurna. Pemilik istana bulan. Kesejahtraan selalu ada padanya.
Tapi Luna menyimpan rahasia di lubuk hatinya. Yaitu cinta. Cinta yang terbelenggu. Cinta yang sulit.
Lucifer. Iya adalah Lucifer penggenggam hatinya. Dewa terbuang dari surga. Dan dikutuk menjadi iblis, penghuni abadi neraka.
Cinta mereka sudah terjalin cukup lama.
Cinta yang tak mungkin pernah bisa bersatu. Cinta yang menyedihkan.
Takdirlah yang telah mempertemukan mereka,
saat Lucifer masih bersenadung cahaya. Dilingkaran para dewa.
Sampai akhir saatnya terbuang, karena alasan yang tidak jelas dari dewa-dewa maha tinggi.
Menurut kabar yang tersiar, peramal mengatakan bahwa Lucifer akan menjadi dewa terkuat nantinya. Maka amarah para dewa menjadi semena-mena dan melampiaskannya pada Lucifer. Lalu membuangnya ke dalam neraka, karena mereka takut kedudukannya nanti bergeser.
Tapi entah, ini hanya selintas kabar di antara kabar-kabar yang lainnya.
"Aku di sini masih menunggu dirimu, menggenggam segumpal rindu, Lucifer cintaku" bisik dewi Luna dengan lembut, ditepi ujung sepi saruloka.
"Sampai kapan cinta ini tersembunyi sayang. Sedang diriku tak kuat menahan hati". Adik dari Helios Sol itu terus bergumam dalam hati dan menanti ditemani kabut-kabut putih tebing saruloka.
"Luna..." tiba - tiba terdengar suara memangil.
"Lucifer..!!" ucap luna kaget. Sesosok laki-laki bertubuh tinggi memakai jubah hitam, dengan bola mata sedikit merah. Berkulit putih pucat pasih. Meski demikian garis-garis wajahnya terlihat tampan menawan. sudah berdiri dihadapannya.
"ka..ka..mu.. kenapa kamu kemari..? disini tempat para dewa bersemayam, tempat kakakku tinggal. Aku takut semuanya terbongkar."
"Sampai kapan kita akan terus seperti ini, Luna?" tanyanya.
Luna terdiam. Tak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Lucifer. Tanpa tersadar air matanya menetes membasahi pipi putihnya yang kemerah-merahan.
"Ma..af.. a..a ku.." jawabnya terbata sambil terisak.
Seketika Lucifer menghapus air mata itu dengan jemarinya. Menyentuh dagunya lalu mengangkat wajahnya dan mengecup lembut bibir ranum milik Luna. Melumatnya hingga Luna merasa tenang.
"Sayang, air mata tak pernah cocok menjadi penghias pipimu" bisik Lucifer pada Luna, pun kecupan lembut mendarat dikuping kanan Luna. Hingga wajah Luna bertambah semu merah muda.
"Ah.. Lucifer aku mencintaimu.." bisik Luna lirih.
(bersambung)
"Fiona istirahat sebentar.. kita makan dulu" tegur Mei padaku.
"Kamu duluan saja nanti aku menyusul. Aku masih mau jalan-jalan."
"Oke deh, jangan lupa tempatnya ya.. nanti nyasar lagi."
"Gak, santai aja.." jawabku sambil berlalu dari hadapan Mei.
Tempat ini sangat luas, ku telusuri setiap arahnya. Ku tapaki setiap jalannya. Tak ada kebisingan seperti di tengah ibu kota, disini embun lindap, pohon-pohon seperti tersenyum seakan merdeka, bebas dari serangan penebangan hutan liar dan polusi.
dapat ku dengar suara angin dan gesekan dedaunan. Tiba-tiba tatapan mataku tertuju pada sebuah taman kecil di belakan pohon yang menjulang tinggi.
Taman mawar?. Ternyata ada juga taman bunga mawar.
Saat mendekat semerbak harumnya menyambut, sungguh indah mawar-mawar ini merekah sempurna.
"Adik..." suara lembut tepat dibelakangku menyapaku.
ku palingkan wajah untuk mencari asal suara panggilan itu. Seorang gadis dengan paras elok, mata binar kehijauan, rambut terurai panjang keemasan. Mengenakan gaun putih bercorak bunga dengan sulaman merah muda.
Sepertinya dia bukan orang Indonesia. Mungkin dia turis, dan pakaiannya terlalu mencolok untuk berpergian ke tempat-tempat seperti ini.
"Nama adik siapa...?" tanyanya.
"Fiona kak" Bahasa indonesianya lancar sekali gumamku dalam hati.
"Nama yang indah, apa adik pernah tau. Mengapa mawar berduri, dan berada di bumi...?" tanyanya.
"Kalo itu sih gak tau kak" jawabku masih menatap wajahnya yang cantik.
Gadis itu memetik salah satu bunga mawar merah yang mekar dan ranum.
Lalu mendekatiku dan menyematkan mawar itu di daun telingaku. Dapat ku rasakan lembut jemari tangannya menyentuh pipi.
"Eh.. kak terimakasih mawarnya" jawabku malu. Sambil membenarkan letak mawar pada daun telingaku.
Gadis itu tersenyum, hijau matanya yang berbinar menatapku.
"Bolehkah aku bercerita sejenak" tanyanya.
"Boleh kak, mau cerita apa...?"
"Asal mula bunga mawar"
"Wah.. aku belum pernah dengar" jawabku.
Gadis cantik itu mengambil posisi untuk duduk. Dia melipat kakinya dengan anggun sekali. Dan jaraknya berdekatan dengan bunga-bunga mawar.
"Mari duduklah di dekatku, wahai manusia berparas cantik" ajaknya.
Ternyata kakak ini ramah sekali gumamku. Ku dekati dirinya. Lalu duduk manis tepat di sebelahnya.
"Di antara langit dan bumi ada jarak yang tak terhitung,
tapi bumi selalu menyaksikan kehidupan di langit, begitupun sebaliknya" gadis itu mulai bercerita sambil menengadahkan wajahnya pada langit. Entah mengapa tatapan matanya berubah sendu. Seperti ada kesedihan yang tersembunyi. Atau malah sebaliknya kebahagiaan?.
"Alkisah ada seorang dewi, yang bernama Luna adik dari Helios sol. Dewi bersayap kupu-kupu tujuh warna.
Berparas cantik, lembut sua dan sempurna. Pemilik istana bulan. Kesejahtraan selalu ada padanya.
Tapi Luna menyimpan rahasia di lubuk hatinya. Yaitu cinta. Cinta yang terbelenggu. Cinta yang sulit.
Lucifer. Iya adalah Lucifer penggenggam hatinya. Dewa terbuang dari surga. Dan dikutuk menjadi iblis, penghuni abadi neraka.
Cinta mereka sudah terjalin cukup lama.
Cinta yang tak mungkin pernah bisa bersatu. Cinta yang menyedihkan.
Takdirlah yang telah mempertemukan mereka,
saat Lucifer masih bersenadung cahaya. Dilingkaran para dewa.
Sampai akhir saatnya terbuang, karena alasan yang tidak jelas dari dewa-dewa maha tinggi.
Menurut kabar yang tersiar, peramal mengatakan bahwa Lucifer akan menjadi dewa terkuat nantinya. Maka amarah para dewa menjadi semena-mena dan melampiaskannya pada Lucifer. Lalu membuangnya ke dalam neraka, karena mereka takut kedudukannya nanti bergeser.
Tapi entah, ini hanya selintas kabar di antara kabar-kabar yang lainnya.
"Aku di sini masih menunggu dirimu, menggenggam segumpal rindu, Lucifer cintaku" bisik dewi Luna dengan lembut, ditepi ujung sepi saruloka.
"Sampai kapan cinta ini tersembunyi sayang. Sedang diriku tak kuat menahan hati". Adik dari Helios Sol itu terus bergumam dalam hati dan menanti ditemani kabut-kabut putih tebing saruloka.
"Luna..." tiba - tiba terdengar suara memangil.
"Lucifer..!!" ucap luna kaget. Sesosok laki-laki bertubuh tinggi memakai jubah hitam, dengan bola mata sedikit merah. Berkulit putih pucat pasih. Meski demikian garis-garis wajahnya terlihat tampan menawan. sudah berdiri dihadapannya.
"ka..ka..mu.. kenapa kamu kemari..? disini tempat para dewa bersemayam, tempat kakakku tinggal. Aku takut semuanya terbongkar."
"Sampai kapan kita akan terus seperti ini, Luna?" tanyanya.
Luna terdiam. Tak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Lucifer. Tanpa tersadar air matanya menetes membasahi pipi putihnya yang kemerah-merahan.
"Ma..af.. a..a ku.." jawabnya terbata sambil terisak.
Seketika Lucifer menghapus air mata itu dengan jemarinya. Menyentuh dagunya lalu mengangkat wajahnya dan mengecup lembut bibir ranum milik Luna. Melumatnya hingga Luna merasa tenang.
"Sayang, air mata tak pernah cocok menjadi penghias pipimu" bisik Lucifer pada Luna, pun kecupan lembut mendarat dikuping kanan Luna. Hingga wajah Luna bertambah semu merah muda.
"Ah.. Lucifer aku mencintaimu.." bisik Luna lirih.
(bersambung)
Langganan:
Postingan (Atom)