Hanya Pada-Mu

Sudah ku gores sabda-Mu 
Di wajah hati

Biar tertinggal bekas
Tak pudar lagi

Embun menjadi saksi
Kumandang kidung - kidung 
Surga pada pagi

Ku bentangkan sajadah 
Hingga penuhi Ars'y

Pada-Mu ku bersimpuh
Ungkap rasa menjadi rembi
Hingga bernafas Ruhul Kudus
Dalam nadi

@elmira
Kairo 04:15 am
20.01.2010

Jangan Takut, Sesungguhnya Kamulah yang Paling Unggul (menang)

Nabi Musa pernah mengalami ketakutan dalam jiwanya sebanyak tiga kali. Pertama, ketika dia masuk ke dalam persidangan Fir'aun. Musa bergumam,

{Sesungguhnya kami khawatir bahwa ia akan segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas.}

(QS. Thâhâ: 45)

Allah pun menjawab,

{Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kalian berdua, Aku mendengar dan melihat.}

(QS. Thâhâ: 46)

Sungguh, dalam ingatan dan dalam benak orang mukmin itu harus tertanam penegasaan dari Allah: Janganlah takut, Aku mendengar dan melihat.

Kedua, pada saat para tukang sihir itu melemparkan tongkat mereka. Maka Allah pun berfirman,

{Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang).}

(QS. Thâhâ: 68)

Ketiga, pada waktu dikejar Fir'aun dan bala tentaranya. Allah berkata kepadanya:

{Pukullah batu itu dengan tongkatmu.}

(QS Al-Baqarah: 60)

{Musa berkata, "sekali - kali tidak akan tersusul. Sesungguhnya, Rabb - ku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk padaku.}

(Q.S Asy - Syu'arâ: 62)


Kisah Musa dan Fir'aun cukup membuka mata kita akan ke AgunganNya. Sekalipun Dia tak pernah tertidur dan kita tak pernah luput dari pandanganNya.

Allah yang menurunkan ketenangan kepada hambanya yang beriman. Allah tidak membutuhkan kita tapi kita yang membutuhkanNya. Lalu mengapa tak menyadari?

Bersyukurlah atas segala, agama yang kita miliki, rumah yang kita singgahi, air yang mengalir murni, sesama yang dapat berbagai.

{Barang siapa mengerjakan amal salih, baik laki - laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.}

(QS. An-Nahl: 97)

Sekalipun jangan pernah meragukannya, letakan Dia ditengah hati kita melebihi apapun. Sesungguhnya milikNya kerajaan dilangit dan bumi.

{Dan, barangsiapa berpaling dari mengingat-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.}

(QS. Thâhâ: 123)

Genggam erat-erat Iman milik kalian, jangan biarkan setitik debu menghiasi. Hanya padaNya kita bersimpuh dan hanya padaNya kita meminta.

{Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang.}

(QS. Ar-Ra'd:28)

Bertasbilah padaNya. Kita milikNya dan padaNyalah kita akan kembali.


*kisah Musa dikutip dari al-Qarni

Kairo
2010

Balasan Surat Rindu untuk Andaru

Camar sampaikan rindumu padaku malam tadi, semua keadaan disini tidak seperti lalu yang kita bayangkan. Adanya diriku selalu baik dan sehat. Ayah juga ibu yang dihimpun rindu mereka menyayangiku. Dan negeri ini hanya ada satu musim yang dikuasai matahari, tak ada tempat untuk langit menangis. 

Andaru sahabatku surat rindumu mengingatkanku pada lalu, sungguh aku ingin memutar waktu. 
Andaikan setelah itu aku harus hilang, biarlah..
Asal kebersamaan itu terlulang sekali lagi. 

Tak ku dapati kupu - kupu pada negeri ini pun kepak para camar sepertimu. Tapi Andaru aku sudah tak pernah menangis, wajah matahari selalu ada disudut kamar menemaniku, dia bayang bayang dirimu.

Garis takdir memang tertulis sebelum kita dilahirkan, bahkan sebelum tercipta Adam. Ini kehidupan, tak mempunyai hati tak mengenal belas kasih. Silam lalu masih tera kebersamaan, sekarang berpisah sudah lewati muara samudra. 

Apa dirimu masih seperti dulu ?

Menantang ombak, melengkung canda di tiap ruang sisi.

Andaru, aku dapati dirimu gundah saat ini. Entah apa yang tertinggal dibenakmu. Kau yang selalu berusaha terlihat tegar dan kuat. Berusah menggenggam semua sendiri. Tapi tanpa dirimu sadari genggaman itu kini merenggang. Aku takut tak ada lagi titipan di tiap sayap camar camar pada pawana.

apa dirimu masih sering tertegun sendiri diatas kapal? berteman sepi?
saksikan para burung berhijrah dan angin menari hingga fajar.

Sekalipun jangan aku ingin saat itu dirimu dalam lelap, tertidur nyenyak.

Masih dapat diriku rasa tiap bisikan laun kata milikmu di telinga,

"Mencapai nadir" bisikmu tenang padaku.

"Jangan biar aku terlebih dahulu" jawabku.

"Biar aku dulu, kalau aku sudah sampai sana nanti kau ku kabari."

"Jangan biar aku lihat dulu apa tempat itu layak untukmu."

"Tapi tetap aku yang akan mencapai awal titik nadir."

"Jangan ini gak adil, biar kita berdua mencapai nadir."

"............................"


Andaru apa dirimu tahu perbedaanmu dengan purnama?

Purnama hanya berpijar saat malam hari
sedang dirimu berpijar disiang maupun malam.

Andaru tampar itu gundah, 
aku tak ingin lagi mendengar camar bercerita tentang rapuhmu

Dirimu adalah laksamana sang penakluk di tengah o pui thong
dirimu bukan berada pada lakara
ataupun seorang yang melalang

matahari selalu berharap kau memudar, rangum mimpimu.

tak perlu lagi kesedihan
terus sebrangi impian meski nadi putus menggetih, rarai raga.

Bila takdir memihak nanti, aku menunggu bermain dewi - dewi bersama bumi randu hakiki wahai gadis maki camar.

ingat "bahwa jarak bukanlah aral"

Sahabat yang mencintaimu

Elmira

(Pieris Rapae)


Kairo 2010

Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan !

Dokter Jasim al-Haditsy seorang penasehat kesehatan jantung anak di Amir Sulthan Center untuk Penyakit Jantung Rumah Sakit Angkatan Bersenjata Riyadh. Mengisahkan kepadaku, bahwa suatu malam saat ia sedang bertugas di rumah sakit, ada seorang pasien yang meninggal dunia. Ia meletakkan stetoskop di atas dadanya hingga ia mendengarkan suara, 'Allahu Akbar, Allahu Akbar, Asyhadu alla ilaha illallah'...

Ia berkata, "Saya rasa adzan subuh. Kemudian ia bertanya kepada perawatnya, "Jam berapa sekarang?" perawatnya menjawab, "Jam satu malam."

Saya tahu bahwa saat ini belum tiba saatnya adzan subuh, kemudian saya kembali meletakan stetoskop di atas dadanya dan saya kembali mendengarkan adzan tersebut selengkapnya.

Saya bertanya kepada keluarga orang ini, tentang keadaannya semasa hidup, mereja menjelaskan, 'Ia bekerja sebagai muadzdzin (yang mengkumandangkan azan) pada sebuah masjid, biasanya ia datang ke masjid seperempat jam sebelum tiba waktunya atau kadang lebih awal lagi, ia selalu menghatamkan Al-Qur'an dalam tiga hari dan sangat menjaga lisannya dari kesalahan.

Sekarang biar saya kisahkan lagi sebuah kisah yang lain.

Dhiya adalah seorang pegawai yang bertugas memandikan jenazah di Rumah Sakit Angkatan Bersenjata mengisahkan kepadaku bahwa seorang komandan pleton Angkatan udara memintanya untuk memandikan salah satu rekannya yang telah meninggal.

Dhiya berkata, "Maka saya dan komandan tersebut memandikan rekannya bersama-sama, lalu pada pukul setengah dua belas siang kami berpisah, ia membawa jenazah tersebut ke masjid untuk dishalatkan kemudian ia akan membawanya ke pemakaman, sedangkan saya pulang bersiap-siap untuk menunaikan shalat zhuhur. Pada pukul satu siang rumah sakit menghubungiku bahwa di sana ada satu jenazah yang datang untuk segera dimandikan karena kerabatnya ingin menyalatkannya pada waktu Ashar, maka saya segera berangkat ke rumah sakit. Setibanya di sana saya membuka penutup jenazah tersebut, betapa terkejutnya saya, ternyata jenazah itu adalah komandan pleton yang baru dua jam lalu berpisah dengan saya, dialah yang ikut serta memandikan rekannya yang meninggal lebih dahulu, kemudian membawanya untuk dishalatkan.

Saya sempat kaget dan shock, sehingga tidak bisa menguasai diri. Saya segera pergi ke ruang kantor saya untuk duduk sebentar an berdzikir kepada Allah Ta'ala, kemudian dengan bertawakal kepada Allah saya memandikannya.

Setelah memandikannya saya bertanya kepada kerabatnya, "Apa yang terjadi kepada orang ini?." Mereka menceritakan, "Ia turun ke dalam makam untuk meletakkan jenazah rekannya, dan saat ingin naik ia merasakan sakit di dadanya, lalu ia meninggal di dalam makam tersebut."


Maha Suci Allah,
sungguh benar! Cukuplah kematian sebagai peringatan. Semoga Allah merahmati Ali bin Abi Thalib yang sangat khawatir terhadap dua hal, panjang angan - angan dan memperturutkan hawa nafsu.

Sungguh kisah - kisah kehidupan, kejadian - kejadian nyata yang begitu dekat ini menuntut kita untuk mengintropeksi diri dan merenungkan keadaan kita.

Kita harus menjadikan kematian sebagai pengingat yang selalu melekat dalam pikiran dan benak kita, sehingga ketika melihat baju warna putih kita akan segera mengingat kain kafan, liang lahat, pertanyaan Munkar dan Nakir juga seterusnya. Apakah kita udah siap menghadapinya?.

Adakah di antara kita jika melihat api di tungku ataupun ditempat lain segera bertanya kepada diri sendiri, "Apakah aku telah melakukan satu perbuatan yang mendekatkan diriku padanya." Lalu mengingat ingat semua perbuatan dosanya seraya bertaubatan dan berjanji kepada Allah untuk tidak akan mengulanginya lagi?.

"Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Rabb) Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya." {QS. Al-Zukhruf:36}

Hendaklah kita bersandar pada Al-Qur'an, shalat dan iman.

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tentram." {QS. Al-Ra'd:28} dan sungguh dzikir yang paling utama adalah shalat.

Sesungguhnya kematian adalah sebuah peringatan.

Melukis Bayang



Tangkai hati, fajar tadi ku lihat setitik embun bercumbu diputik mawar, ingung bermagenta, bening selaksana batari. 
Ah.. Entah bagaimana Tuhan mewarnai embun. Hingga menjadi sirip sirip dewa pada pagi.

Kepada embun diriku tuai pinta, secawan dawat bening. Lalu merangkainya dengan rona mimpi, agar diriku lukis rindu diatas bayangmu



: Tangkai hati 



Ini diriku melukis, memejam mata bertumpu pada rasa. Menapaki lingar bayang. Lingkar harapan, lampar impian.

Di titik semu diriku mulai. Percah percak dawat diriku rarai. Telah diriku sayat wajah dusta. Agar fatamorgana rancak sempurna.
: Di kanvas satu warna

Secercah cahaya di sisi, selingkar harapan dan impian diruas pada wajah. 



Adakah dirimu mengerti ?


@elmira
Kairo
22 Januari 2010 [19:25]

Angan Ngarai (3)


Lihat nebula menimang kejora
Purnama sahaja memacik malam
Pawana menari, pun bunga
 
Beringung

Andai mereka itu kita...

Sehari tanpamu saja diriku tak bisa
Melihat namamu diriku merindu
Bila memikirkanmu diriku
 
Terpejam tangis

Genggam diriku sayang
Ini angan ngarai

Diriku mencintai Tuhan
 
Yang tak terlihat
Seperti mencintai dirimu
 
Yang tak tersentuh
 

Ah, tangkai hati..
Saat ini hanya cinta yang diriku
 

Punya






@elmira
Kairo,
22 Januari 2010 [17:52]

Bulan Biru

Bulan biru
Kidung buluh perindu
Saruloka kelabu

Percik tenggara
Tampar batara

Ah, sarau..

Laknat cintaku terhujam
Harapan rapun sudah

Bulan biru
Rinduku beku
Pudar meramu


@elmira
Kairo,
22 Januari 2010 [07:32]

Takdir Jumantara

Cukup gegap gempita di jumantara luas, biarlah sekali bumi tak bersua mengunyah sunyi meski ribu menghuni. Mentari pakailah cadar ini sejenak, milik batari surga selatan. 
Lalu pudarkan pijarmu setengah. 
Agar pasir berbisik gemersiknya menghening. Musafir kelana hilang rimpuh, tak tuai dahaga pada rangkung. 
Serpih gedabah mentari yang tertinggal mengecup mesra wajah bumi. Lalu beranjak pulang ke timur.

Senja menapak langit, hiasi lazuardi rancaknya memikat, manik manik teja mengundang perlip. Rembulanpun mengintip sedikit.

Tapi aku menutup tirai...

Ada kerapuhan di pelupuk senja, yang tertutup tak terlihat. 

Senja dirimu tak lebih rangup dariku. 
Malam memacik rusukmu hampir remuk. 
Agar engkau tak menjadi nata dan dirinya tetap dawana penyanggah pilar tawang. 

Andai mereka tau betapa rapuhnya engkau senja... silu.

Denting ranting rampun sepai 
hening
Kelingking gemintang berdenting 
saksimu.

Rupa warni dawat milik Tuhan menghias guratan karya. Cipta waruga hadap muka.
Lalu dawat pelangi yang tertumpah basahi bumi, menjadi cakrawala, dibawa pergi mengawan cabak cabak.

Hingga kerai di tutup, menunggu esok kembali.



@elmira

Bayang Musa

Angin semilir berhembus 
Menari tenang menerpa wajah
Mandala mentari sempurna 
Sudah..

Ruang masa Musa masih 
Membekas
Pasir yang tergenggam berbisik 
Seakan ingin bercerita
Tentang kenang lalu

Tak lekang waktu
Puing puing kokoh saksi hidup
Sakandaria menjadi penutup

Pengorbanan untuk Tuhan
Dan mahluk terkutuk Tuhan

Sekarang hanya tinggal kenang
Yang tak dikenang

Hanya sebuah kekaguman puing
tiga sisi
Tanpa merisak pengorbanan lalu

Ah.. bayang - bayang itu masih 
Dapat ku rasa
Hingga pasara penghabisan





@elmira

Bulan Biru

Cakrawala pernah membutakan 
Asah
Melenakan biduk yang melaju
 
Membelah horizon

Menjelajahi riak di tujuh samudra
 
Seraya memuja semilir angin

Saat riak bersimpuh rebah
 
Malam balik menyanggah

Cadar bergegas membentang
 
Mengepung
Langit menangkup kedip berjuta
 
Kartika

Kabutpun memburu melingsing
 
Melipur
Tepian luruh ditelan lembayung
 
Kelam

Sepercah bayangmu tersisa
 
Perlahan
Menghilang di balik selubung
 
Silam





@elmira

Penyair Elia Abu Madhi

Orang berkata, "Langit selalu berduka dan mendung."

Tapi Elia berkata, "Tersenyumlah, cukuplah duka cita di langit sana."

Orang berkata, "Masa muda telah berlalu dariku."

Tapi Elia berkata, "Tersenyumlah, bersedih menyesali masa muda takkan pernah mengembalikannya."

Orang berkata, "Langitku yang ada di dalam jiwa telah membuatku merana dan berduka. Janji - janji telah menghianatiku ketika kalbu telah menguasainya. Bagaimana mungkin jiwaku sanggup mengembangkan senyum manisnya."

Maka Eliapun berkata, "Tersenyum dan berdendanglah, kala kau membandingkan semua umurmu kan habis untuk merasakan sakitnya."

Orang berkata, "Perdagangan selalu penuh intrik dan penipuan, ia laksana musafir yang akan mati karena terserang rasa haus."

Tapi Elia berkata, "Tetaplah tersenyum, karena engkau akan mendapat penangkalan dahagamu. Cukuplah engkau tersenyum, karena mungkin hausmu akan sembuh dengan sendirinya. Maka mengapa engkau harus bersedih dengan dosa dan kesusahan orang lain, apalagi sampai engkau seolah - olah yang melakukan dosa dan kesalahan itu .. ?

Orang berkata, "Sekian hari raya telah tampak tanda - tandanya seakan memerintahkanku membeli pakaian dan boneka - boneka. Namun telapak tanganku tak memegang meski hanya satu dirham adanya (1 rupiah)."

Elia mengatakan: "Tersenyumlah, cukuplah bagi dirimu karena Anda masih hidup, dan engkau tidak kehilangan saudara - saudara juga kerabat yang engkau cintai."

Orang berkata, "Malam memberiku minuman 'alqamah."

Tapi Elia berkata, "Tersenyumlah, meskipun kau makan buah 'alqamah.
Mungkin saja orang lain melihatmu berdendang akan membuang semua kesedihan. Berdendanglah apa kau kira dengan cemberut akan memperoleh dirham atau kau merugi karena menampakkan wajah berseri ..?
Saudaraku, tak membahayakan bibirmu jika engkau mencium juga tak membahayakan jika wajahmu tampak indah berseri
tertawalah, sebab meteor - meteor langit juga tertawa, pun mendung tertawa, karenanya kami mencintai bintang - bintang.

Orang berkata: "Wajah berseri tidak membuat dunia bahagia yang datang ke dunia dan pergi dengan gumpalan amarah."

Dan Eliapun menjawab: "Tersenyumlah, selama antara kau dan kematian ada jarak sejengkal, setelah itu engkau tidak akan pernah tersenyum."



@elmira

Tangkai Hati (4)



Untukmu Pemilik sayap putih
Yang mengisi sepi
Hanya padamu yang Berpijar di Hati


Apakah dirimu tau
Makna di tiap rembi milikku.. ?


Membutir habelur
Sebening embun..


Tanpa tersentuh jemarimu


Ini aku
Masih tertegun di sudut waktu
Menggenggam cakrawala lingar


Pucuk rindu meranum 
Di tangis sedu merayu


Maafkan diriku sayang
Yang menerus berselir rembi


Ini tutur akhir
Sebelum nadi tersayat perih


: Kau adalah nafas di setiap detak Jantungku


@elmira

Signorina

Tak ada apapun di depan cermin

Hanya bayang pantul signorina

Purnama tanpa pijar
Pelangi kelabu

Lin gurat kaca

Telapak yang menyentuh
Rembi angan - angan

... Sendiri



Senyap ...



Dan signorinapun menangis







@elmira

Lithium

Waruna remuk sudah 
Rarai raga
Di laut tak berteduh
 

Ini jantung bumi ku kerat - kerati
Di khatulistiwa senyap sepi

Untukmu ku genggam alam
Meski menggetih
Putus nadi
 

O, Tuhan pemurah hati

Ini lelaki tutur batara
Berhati safa barata siwa
Seumpama pualam magenta

Sabdakan alam baginya
Hingga bumipun tersenyum
Padanya





@elmira

Ranting Sepi

Aku ranting sepi 
Tutur tak bermakna
Kataku mengembang hening

Tempat hinggap lelah rimpuh
 
Yang berterbangan
 
Hingga sulit tergenggam

Ini ranting sepi
Berteman dedaun kering
Di pelepas dewadaru
 
Menjadi budak bermahing

Tak mengharap lembayung senja
Ataupun embun di pelupuk mata
Jua pijar mentari pada dahina

Adanya ranting sepi
 
Seumpama
 
Malam Tanpa purnama
Tanpa gemintang
Zohra dua belas rasi
Maupun Sabitah

Ini ranting sepi
Ronta hati
Dingin sunyi
Berteman pawana

Bersama signorina lesi
Dawai Balalaika
Bersenar nadi





@elmira

Tangkai Hati (3)


Padanya tak ingin dusta


Bisuku galau
Sunyiku gulana 
Adanya diriku gundah


Rangup jiwa...


Di sini genggam lingar lara 
Ini rembi tak rampung
Namun ku rimpuh


Rarai hati
Bersama sehelai inai
Tanpa pedapa


Kau dan aku


Mungkinkah memintal 
Kembali
Di jarum patah


Maafkan
@elmira

Surat di Kelopak Mawar

: Pada Pangeran pemilik Tahta

Ku layahkan kelopak Mawar ini Ke Arsy Yang Agung

Dalam liuk pawana

Di alunan lentesasi Kupu - kupu
 

Berdawai alam...

Membumbung Kelopakku

Mengawanlah

Naik menerus

Lewati langit tujuh
 

Langkahi Jibril pemilik Tujuh puluh sembilan Sayap

Sampaikan ini pada Sang Kudus

Tidakkah kalian tahu Karubin langit

Di dalam kelopak itu Telah diriku gores Mutiara laal

Yang bertulis dan Berpijar;

Bahwa
 
Hidupku cintaku
 
Ibadahku dan
 
Matiku adalah milikMu

Tak ada yang perlu Diriku sesali
 

Hapus air mata ini
Lalu
 
Sahkan tiap kataku

Hanya untukMu Pangeran pemilik Langit dan bumi





@elmira

Ngiau Burung Gereja

apa dirimu sedang sengap engap
di sangkar emas tanpa ukir
atau menangis sejenak dalam semak belukar tanpa senggak

di sana tak ku dapati rintihan tiap aksara ngiau milikmu
ataupun kesedihan di pelupuk mata itu burung gereja

ini saat beban berat wahai derita burung gereja

matahari lelah pijar tanggalkanmu tanpa bayang
langit menutup mata astana malam mulai meraja
pelangi pudar sudah..

"aku sendiri di sini" katamu tertunduk sepi

"tidak adakah yang menjual kematian, hingga diriku dapat membelinya" gumammu burung gereja

ini hunian sepi
tempat sembunyi arwah mati

ujung dunia adalah kebinasaan dia akan datang dengan sendirinya
tak perlu di harapkan
tak perlu di impikan

hanya perlu menanti dan berdoa

wahai engkau derita
sekarang dapat ku lihat kesedihan di pelupuk mata burung gereja
 

yang terus berharap

genggam sayap patah
merangkak di wajah bumi



@elmira

Sarsar .. ?

Merangkai diriku di tiap jejak tapak
Agar melayah pasti

Menyergap, sesak hati

Mengapa tak di rimpung saja diri ini
Lalu kau ripuk hati ini
Biar tak ada lagi risak pada dada

Iya pada hati ini...,
Tapi bukan manik Cintaku
 

Itu milikku

Biar diriku abadikan cinta ini pada Seleguri

Ingin aku menempik padamu
Agar bertempiar.. !

Ah.. sudahlah sudah

Biar terus ku rajut harap ini
Meski rembi menggetih
Hingga merenyap adanya diriku





@elmira

Angan Ngarai (2)

Tak kudapati kupu - Kupu di pagi ini
Hanya ada bayang Malam yang masih Tertinggal di pojok Kamar
Dan matahari dengan Wajah setengah luka Menimang awan

Pasir menggerisik Berbisik laun
 
Angin bersenadung Rintih

Aku masih di sini
 
Di pojok jendela kamar

Mengecup rindu
 
Meminang impi

Bersama inay kering
Yang tergenggam
 
Dan peluh butir pasir Alexandria
@elmira

 
Kairo - Jogja



 

Sajak Kupu - Kupu

Cakrawala pagi
Di ujung pateram

Kupu - kupu
Tarikan lentesasi
Berwirama
Pesona sanjalaya

Dahlia beringgung
Awan melayang

Kidung - kidung surga Bersemayam
Bersama bidara pemetik
 
Harpa safa

Habelur kupu - kupu
Dikara dirimu
Jangan pernah rimpuh
Aku ada untuk dekapmu



@elmira

Untuk Semua Sahabatku

Ini putik mawar setengah Pagi
Berembun bening
Indah magenta

Tanpa ukir peduri
 
Bersangkak satu

Pegari itu menawan
Pedapa - pedapa senyum
 
Menatap
Dewandaru menaungi

Kita...

Gomennasai darikku
Dan
Terimakasih untuk kalian



@elmira

Sajak Bunga Kapas

Terkadang tegar bagai karang tak Bertepi
Tak jua merapuh lingar rarai

Semburat semua dikara
Genggam air mata
 
Lalu layah

Mengawan putih menawan

Tak ada keluh pada Sang Hyang
Wirama tarian batari
Penghias alam

Dahina bersama pawana

Bunga kapas pemilik nyawa
Satu hari



@elmira

Sajak Pedapa

Sepatah ujung ranting
Di kediaman puing

Tertanam habelur 
Salju safa

Di tinggal dewadaru
Gigil menggerisik

Terbuang
Hanyut berlithium

Hingga rembi menggetih



@elmira

Syair Aidh al - Qarni

Betapa banyak engkau mengeluh dan berkata tak punya apa - apa, padahal bumi, langit, dan bintang adalah milikmu.
Ladang, bunga segar, bunga yang semerbak, burung bulbul yang bernyanyi riang.
Air di sekitarmu memancar berdecak, dan matahari yang di atas kepalamu memandang geram penuh amarah.
Cahaya di kaki dan puncak bukit membangun tanah lapang yang rata di bukit - bukit dan sebentar lagi rusak.
Dunia ceria kepadamu lalu mengapa engkau cemberut, dan dia tersenyum mengapa engkau tidak tersenyum.
Jika engkau sedih dengan kemuliaan yang telah lalu, tak kan lagi penyesalan mengembalikannya.
 
Atau engkau murung karna adanya musibah, tapi tak mungkin engkau mencegah datangnya musibah.
 
Jika telah engkau lewati masa mudamu jangan engkau katakan, zaman telah tua sebab zaman tak pernah tua.
Lihatlah masih ada gambar - gambar yang mengintip di balik embun yang seakan bicara karena indahnya.





@elmira
 
 
 

gadis kupu-kupu

gadis kupu-kupu
Hei, kau gadis kupu-kupu.. pa bila ku buka sangkarmu, adakah dirimu akan menjadi binal?, JAWAB..!!, takkah dirimu lihat air mataku menghujam pedih menunggu!. Tetaplah dirimu disana jangan engkau melangkah sejengkalpun melihat dunia luar, tetaplah dalam sangkar, rajut senyummu hingga sempurna, tetaplah. Hingga sampai saatnya nanti matahari lelah pijar.

Bunga Kapas

Bunga Kapas
ah, bunga kapas.. pergilah terbang melayang mengawan yang menawan, lalu pulanglah kembali ceritakan padaku tentang lima warna musim.

pudar Harapan lamun

pudar Harapan lamun
Biarkan aku terjatuh, jangan takut! jangan pernah takut. Biar mereka yang di bawah sana tau!, bahwa aku memiliki apa yang mereka tak miliki. Biarkan mereka semua tau!, yang diatas maupun yang di bawah, bahwa aku masih memiliki Bentang, untuk nikmati hariku di letak tertinggi.
 
Copyright © Ranting Sepi
Using Protonema Theme | Bloggerized by AVR