lukisan alam
melumat kalam
coba genggam bumi tali seutas
tapi hati tetap menimbun cemas
berusaha mengepak
selaksa cabak-cabak
telusuri denting lapak
menarik tawang hingga rebak
sudah lama merapun impian
di ujung simak desir selatan
dalam harap tak putus nadi
selalu terikat tanpa simpul mati
hingga lelah tegak padi
menghias rancak paras melati
: ini tetak
yang menjalar meretak
bukan padma yang meratak
memang serasa menepak
tapi harus tetap tekak
@ Elmira
malam sepiku
lihat kasih
sepiku diranjang ini
terhimpit dinding bisu juga rapuhan merawang
menatap malam
dalam gemelutnya percumbuan
lalu bulanpun tertawa
: sendiriku
yang hampa
kemarilah
jangan biarkan aku
terpejam sendiri
ungkap semua dusta
hingga lidah saling bertaut
bersatu dalam nafas yang
tercecer bisu
gagahi aku,
tatapku berucap sayu mengharap
tidakkah terdengar?
gemertak dalam bibir merahku
lihatlah..
gigil bibirku menanti lumatmu
ah..
lemah diriku
dalam erang karangmu
tuangkan kasih,
semua gelora
gelak lirih hasratmu
pada liangku
hingga puncak sadarku
melayang
hampiri awan
di tempat terindah
aku dan dirimu
disepertiga malam
melepas Tuhan
bersatu dalam bayang semu
: kita gugur dihamparan kenikmatan
peluh puncak tertinggi
khianati malam tanpa sinar.
@ Elmira
sepiku diranjang ini
terhimpit dinding bisu juga rapuhan merawang
menatap malam
dalam gemelutnya percumbuan
lalu bulanpun tertawa
: sendiriku
yang hampa
kemarilah
jangan biarkan aku
terpejam sendiri
ungkap semua dusta
hingga lidah saling bertaut
bersatu dalam nafas yang
tercecer bisu
gagahi aku,
tatapku berucap sayu mengharap
tidakkah terdengar?
gemertak dalam bibir merahku
lihatlah..
gigil bibirku menanti lumatmu
ah..
lemah diriku
dalam erang karangmu
tuangkan kasih,
semua gelora
gelak lirih hasratmu
pada liangku
hingga puncak sadarku
melayang
hampiri awan
di tempat terindah
aku dan dirimu
disepertiga malam
melepas Tuhan
bersatu dalam bayang semu
: kita gugur dihamparan kenikmatan
peluh puncak tertinggi
khianati malam tanpa sinar.
@ Elmira
o, hari
hari-hari rimpuh menikam asa
peluh hampa
entah apa yang di tanam
hidup yang merisak asa
derai detak-detak
di letak garis nadi
pada tiap ruang-ruang
yang pun
hardik dinding
: membisu
sekata sepata kata
tapi, diam
hari-hari gagu ambigu
pun angin yang terkunci
ah
aku ma?ti!
selaksa lima warna malam sedang meramu
tetap saja
pekat melekat
menempel pada dinding-dinding langit
tanpa sekat
ini
: aku
nanar dihimpun lingkaran hari-hari
menerus memutar angin
peluh hampa
entah apa yang di tanam
hidup yang merisak asa
derai detak-detak
di letak garis nadi
pada tiap ruang-ruang
yang pun
hardik dinding
: membisu
sekata sepata kata
tapi, diam
hari-hari gagu ambigu
pun angin yang terkunci
ah
aku ma?ti!
selaksa lima warna malam sedang meramu
tetap saja
pekat melekat
menempel pada dinding-dinding langit
tanpa sekat
ini
: aku
nanar dihimpun lingkaran hari-hari
menerus memutar angin
@ Elmira
elmira elaina rapae kamu cantik (hiks)
elmira o elmira
kau cantik hari ini selaksa purnama saat simpai sempurna
saat matamata
memandang luar kerai
: mawar itu kamu
elaina o elaina
jangan menantangnya cita cinta
nanti benar-benar jatuh cinta
karena ku punya trik
yang sepastinya mengklik
terkadang aku tak perduli
mereka sudah saling memiliki
ucap dusta dituturkan
tapi aku ingin memiliki meski hanya sesaat
karena cinta diluar logika
lihatlah saat matahari separuh tegak
utara meredup pudar
gerimis menari kecil
saat rasa, asa membasuh wajah
itulah aku
well???
you must know i'm sweet gulz
@elmira
kau cantik hari ini selaksa purnama saat simpai sempurna
saat matamata
memandang luar kerai
: mawar itu kamu
elaina o elaina
jangan menantangnya cita cinta
nanti benar-benar jatuh cinta
karena ku punya trik
yang sepastinya mengklik
terkadang aku tak perduli
mereka sudah saling memiliki
ucap dusta dituturkan
tapi aku ingin memiliki meski hanya sesaat
karena cinta diluar logika
lihatlah saat matahari separuh tegak
utara meredup pudar
gerimis menari kecil
saat rasa, asa membasuh wajah
itulah aku
well???
you must know i'm sweet gulz
@elmira
angan ngarai (6, penghabisan)
peluh bebulir
sakandaria
nafas pawana
sulaman inai
tercerai berai
kutub tiga samudra
............................................ : akhir
Kairo
@ Elmira
sakandaria
nafas pawana
sulaman inai
tercerai berai
kutub tiga samudra
............................................ : akhir
Kairo
@ Elmira
langit teduh
langit berkanvas putih
terlukis hamparan gemintang
merias cakrawala
mengunci dua kutub khatulistiwa
kasih tutur pada kami
selembut kidung surgawi
seindah nirwana bumi
mengharum gaharu dewi
tak pernah habis bayang
juga tak merisak hujam pedih
menjadi penaung selaksa nyatuh dewadaru
menjulang merekah bunda
: jumantara
tak melapas
dalam sepi jiwa merindu
lazuardi yang seputih kapas
rerangkai dendang menyendu
: dia singgasana terindah Tuhan
saruloka
langit teduh
seperti itu aku memanggilmu
sampai nanti
Kairo,
15 Maret 2010 [16:25]
terlukis hamparan gemintang
merias cakrawala
mengunci dua kutub khatulistiwa
kasih tutur pada kami
selembut kidung surgawi
seindah nirwana bumi
mengharum gaharu dewi
tak pernah habis bayang
juga tak merisak hujam pedih
menjadi penaung selaksa nyatuh dewadaru
menjulang merekah bunda
: jumantara
tak melapas
dalam sepi jiwa merindu
lazuardi yang seputih kapas
rerangkai dendang menyendu
: dia singgasana terindah Tuhan
saruloka
langit teduh
seperti itu aku memanggilmu
sampai nanti
Kairo,
15 Maret 2010 [16:25]
langit signorina
terlihat signorina
memandang luar kerai
rembinya getir nanar
digaris-garis mati
ada sisa riak gelombang hati
telaga retak
satu meratak
hakiki mutlak
terpasung
dipilar dewa
tengah ujung
berakar rupa
peluh pengikat dupa
ditengah mandala pelupuk kelopak
membagi tatap
teja saruloka
najam-najam jumantara
: itu signorina
rapun
menimang sendu
Kairo,
14 Maret 2010 [16:30]
memandang luar kerai
rembinya getir nanar
digaris-garis mati
ada sisa riak gelombang hati
telaga retak
satu meratak
hakiki mutlak
terpasung
dipilar dewa
tengah ujung
berakar rupa
peluh pengikat dupa
ditengah mandala pelupuk kelopak
membagi tatap
teja saruloka
najam-najam jumantara
: itu signorina
rapun
menimang sendu
Kairo,
14 Maret 2010 [16:30]
Seikat Yang Merapun
nol
: mati
nol
: hampa
nol berkembang menjadi satu
satu itu sepi
satu itu sunyi
: satu itu sendiri
bertemu
setia
bahagia
: dua
sebelum merekah menjadi tiga
: tiga
laknat
keparat
bercabang
pun gaduh
kian puluh
kian keluh
laun rarai
tempat baru mengadu
saling merapun
tambahlah bilangan
Kairo,
13 Maret 2010 [08:08]
: mati
nol
: hampa
nol berkembang menjadi satu
satu itu sepi
satu itu sunyi
: satu itu sendiri
bertemu
setia
bahagia
: dua
sebelum merekah menjadi tiga
: tiga
laknat
keparat
bercabang
pun gaduh
kian puluh
kian keluh
laun rarai
tempat baru mengadu
saling merapun
tambahlah bilangan
Kairo,
13 Maret 2010 [08:08]
Titik Nadir
senja sudah gugur
dicabut paksa angin pagi
malam putih memucat
langit menjelabu hitam
matahari berdarah
ditikam rintihan dunia
mata menangis
hujan disimpul mati
itu tentangku, Tuhan
: sendiri tebunuh sepi
@elmira
Kairo,
10 Maret 2010 [19:24]
dicabut paksa angin pagi
malam putih memucat
langit menjelabu hitam
matahari berdarah
ditikam rintihan dunia
mata menangis
hujan disimpul mati
itu tentangku, Tuhan
: sendiri tebunuh sepi
@elmira
Kairo,
10 Maret 2010 [19:24]
Haiku Feat Senryu
1.
Waktu berkutat
Tak tuk satu dan tiga
Raga meremuk
2.
Mentari pudar
Angan ditengah tawang
Langit melebur
3.
Mengembun cantik
Bergema tengah putik
Menawan denting
4.
Simpan rembulan
Mandala bumi purna
Kita menangis
5.
Terhujam perih
Jantung meretak rasa
Sekali lagi
6.
Menggigit tangkai
Dendang malaikat mati
Getihku rembi
7.
Anggrek menangis
Langit pundung menghening
Dataran rapun
8.
Sembunyi petang
Tuhan sudah berpulang
Ombak melingar
9.
Telaga putih
Retak embun sembilu
Tanah melindap
10.
Sakura gugur
Lepas awan menawan
hilang dibumi
11.
Kupu-kupu menari
Langit tersenyum
Senandung kapas
12.
Lazwardi runtuh
Burung terbangkan pilu
Angin tergores
13.
Mata air diam
Awan ratak meretak
Kabut memudar
14.
Daun berkarat
Langit berdarah
Kelopak berguguran
@elmira
Kairo, 01 Maret 2010 [19:49]
Lazwardi runtuh
Angin tergores
Cinta
;gila
pun rembi
mengering dipipi
................ : cinta yang
bersangkak dihati
maaf aku
@elmira
Kairo,
o7 Maret 2o10 [16:40]
pun rembi
mengering dipipi
................ : cinta yang
bersangkak dihati
maaf aku
@elmira
Kairo,
o7 Maret 2o10 [16:40]
Dialog Rindu
rindu, kata mereka
: kembang
tapi bagiku, itu luka
: kian bercabang
bagiku, itu kikisan cinta
bermata lentik
bergaun cantik
selaksa periperi berpita
itu periperi risau
bergenggam pisau
mencabik angin
menetak ingin
bukan, mereka penabik sayarah
di jemarinya rerupa manik perlip
mengembara lintas tanpa amarah
senantiasa merekah serupa tulip
ah, itu tulip layuh
ngeram di tepian sunyi
menatap sepi mengayuh
mendengar bisu bernyanyi
tidak, itu tulip milik batari
rahim warnasari bidadari
tak lelah menebar buluh perindu
kepada hati yang dilanda sendu
nyatanya, kian mengelam
kelopak mata melindap
jarum jam mengendap
ke Lena, luka menyelam
o aku terlanjur mengesumba
terlalu lama aku mendamba
namun dayaku ditelan Depa
udara bisu dicumbu hampa
o, tuan jangan berkisah lara
simpan saja dalam pasara
atau biarkan melanglang
; merepih ilalang
mari, genggam ini jemari
jangan menepi sendiri
kita hapus luka trista
biar pijar sepijar magenta
@Elmira & Dave
: kembang
tapi bagiku, itu luka
: kian bercabang
bagiku, itu kikisan cinta
bermata lentik
bergaun cantik
selaksa periperi berpita
itu periperi risau
bergenggam pisau
mencabik angin
menetak ingin
bukan, mereka penabik sayarah
di jemarinya rerupa manik perlip
mengembara lintas tanpa amarah
senantiasa merekah serupa tulip
ah, itu tulip layuh
ngeram di tepian sunyi
menatap sepi mengayuh
mendengar bisu bernyanyi
tidak, itu tulip milik batari
rahim warnasari bidadari
tak lelah menebar buluh perindu
kepada hati yang dilanda sendu
nyatanya, kian mengelam
kelopak mata melindap
jarum jam mengendap
ke Lena, luka menyelam
o aku terlanjur mengesumba
terlalu lama aku mendamba
namun dayaku ditelan Depa
udara bisu dicumbu hampa
o, tuan jangan berkisah lara
simpan saja dalam pasara
atau biarkan melanglang
; merepih ilalang
mari, genggam ini jemari
jangan menepi sendiri
kita hapus luka trista
biar pijar sepijar magenta
@Elmira & Dave
Galauku Gundah Gulana
Hujan masih meranum
Gulana datang merangum
Tak hirau lengkingan meraum
Tepian hati menangis
Sepaisepai diam meringis
Langit senyum merimis
Disebelah timur laut kediri
Dia diam tertegun sendiri
Berteman gundah yang tak terbendung
Selaksa langit dan mendung
Dirinya masih tetap menunggu
Bersama bibir yang tutur melagu
Juga jemari yang mendentingkan talu
Hingga bertalu-talu
Harapkan sembilu berlalu
Ide puisi : Dave Sky
Gulana datang merangum
Tak hirau lengkingan meraum
Tepian hati menangis
Sepaisepai diam meringis
Langit senyum merimis
Disebelah timur laut kediri
Dia diam tertegun sendiri
Berteman gundah yang tak terbendung
Selaksa langit dan mendung
Dirinya masih tetap menunggu
Bersama bibir yang tutur melagu
Juga jemari yang mendentingkan talu
Hingga bertalu-talu
Harapkan sembilu berlalu
Ide puisi : Dave Sky
@lmira
Kairo,
27 Februari 2010
Kairo,
27 Februari 2010
Lamun Pudar Kelabu
Lukisan sayu dalam bingkai sepi dikelabu labirin diperaduan pijar huni, pada putaran denting perjalanan tiap detik. Memungut remah bisu yang berdiam diantara suara menderu. Semut merangkak hiasi sunyi mengembang menjadi nurani. Jemari-jemari mengepal menyentuh dinding tapak permukaan hening. Dingin.
Angin yang mengalun ras-ras diantara ribuan dedaun kering jua reranting patah tertelan langkias. Tak dapati satu senyum, lalu ada air mata yang menetes rintis mengembang rintik.
Ini bukan pemberian langit, tapi angin yang sedang menangis.
Basahi tiap jengkal lorong-lorong hingga lewati permukaan tenjet bercampur getih menyalir pada gemercak percik air mengombang kelesuh. Tiap helai rambut menarinari. Bibir gigil mengigit. Ada dekih yang melingking hingga purnama sungsang melintang.
Diujung pilar sana mengibas pendar ratakan semu antara genangan yang sudah memecah bening
: sepucuk warnasari.
Hiasi anganangan sepi, dilima Tuhan warna pelangi. Membuncah setitik impi, beringgung bercumbu tuangkan harapan baru.
Dan di muara pilar lahir sepenggal senyum rasi malaikat satu, lalu untuk kesekian kali tertidur kembali tanpa ranyau tanpa rapal.
@elmira
Kairo, 23 Februari 2010 [19:42]
Kairo, 23 Februari 2010 [19:42]
Aku
;mawar
:megenta
melayu
............ rarai
............ : kelopak sayu
silu
nyilu
trista
rupa tak tura
bukan wangsa
bukan wanara
Meski sayu tak menjulang nyatuh
Jua mengecup beringin bunda
Akan selalu rancak bermekar.
@elmira
Kairo,
22 Februari 2010 [07:03]
:megenta
melayu
............ rarai
............ : kelopak sayu
silu
nyilu
trista
rupa tak tura
bukan wangsa
bukan wanara
Meski sayu tak menjulang nyatuh
Jua mengecup beringin bunda
Akan selalu rancak bermekar.
@elmira
Kairo,
22 Februari 2010 [07:03]
Kunang Kunang
- Untuk sahabat, lelaki kunangkunang ( Rendra Nesya Raya)
: Kunang-kunang
Kikisan sabitah yang sayupsayup turun ke bumi, rancak bermanikmanik hiasi malam.
Warnai padang ilalang saat rerumput beringgung mesra wirama, sausau pawana mengetuk jiwa sadarkan setengah mimpi, lalu gerimis tersenyum rerintik bening.
Saat langit tertidur, sendu merekah membentang pijar, yang bermuara ditengah cermin alam dan seribu kunangkunang menjadi pelangi gemercik malam hingga purnama dekih mendekam.
Pijarpijar selaksa rancak la'la ditengah cakrawala, diantara anaianai yang mengawan menawan sukma dan nyatuh yang menjulang jumantara peraduan kasih, mencumbu saat mengecup juita.
Adakah peri ikut bermain ?
;Malaikat merebah sejenak
Disana, dipadang ilalang
Seribu kunangkunang menghias wajah purnama saat langit mulai terpejam dan najam pulang kepangkuan ibunda.
: Kunang-kunang
Kikisan sabitah yang sayupsayup turun ke bumi, rancak bermanikmanik hiasi malam.
Warnai padang ilalang saat rerumput beringgung mesra wirama, sausau pawana mengetuk jiwa sadarkan setengah mimpi, lalu gerimis tersenyum rerintik bening.
Saat langit tertidur, sendu merekah membentang pijar, yang bermuara ditengah cermin alam dan seribu kunangkunang menjadi pelangi gemercik malam hingga purnama dekih mendekam.
Pijarpijar selaksa rancak la'la ditengah cakrawala, diantara anaianai yang mengawan menawan sukma dan nyatuh yang menjulang jumantara peraduan kasih, mencumbu saat mengecup juita.
Adakah peri ikut bermain ?
;Malaikat merebah sejenak
Disana, dipadang ilalang
Seribu kunangkunang menghias wajah purnama saat langit mulai terpejam dan najam pulang kepangkuan ibunda.
@elmira
Kairo, 20 Januari 2010 [18:42]
Kairo, 20 Januari 2010 [18:42]
SakuRa Putih
- Untuk adik perempuanku SakuRa Putih ( Eka Larasati)
Gugur salaksa suci, satu demi satu menawan berpindah disisi jemari lalu menari. Menapak tatap ugah sanubari. Bagai malaikat diantara wajah bumi.
Ini pualam mahkota bidadari kidung surga milik batari. Yang gugur bermusim lewati garis angin, tertidur disepertiga warna langit. Hingga membuka mata menatap rebah mengecup takdir.
Tarian kelopak sakura putih, mengunci pintu surga memutar pergelangan ketengah tawang, hingga terkunci tiga samudra.
@elmira
Gugur salaksa suci, satu demi satu menawan berpindah disisi jemari lalu menari. Menapak tatap ugah sanubari. Bagai malaikat diantara wajah bumi.
Ini pualam mahkota bidadari kidung surga milik batari. Yang gugur bermusim lewati garis angin, tertidur disepertiga warna langit. Hingga membuka mata menatap rebah mengecup takdir.
Tarian kelopak sakura putih, mengunci pintu surga memutar pergelangan ketengah tawang, hingga terkunci tiga samudra.
@elmira
Kairo,
17 Februari [16:42]
Senandung Ranting
Ini reranting, beringung cumbu tarian pawana pada denting. Senandung trista yang rangum miliknya hingga terjatuh pada ngarai. Hamparan ranum impian yang terikat abadi dibayang lalu, selaksa pasara yang tak tertutup.
Pasung ini reranting, pada peringgitan sunyi, hingga rangup dendang labirin dan menggetih, menetes lingar basahi wajah bumi. Tanpa naungan peraduan nyatuh. Tatapan hampa pungkir sabda yang terletak digaris nadi.
Saat tak tersadar, berharap semu mengibas sayap melayang, mengawan, menawan, sudi bercengkrama bersama batari pemilik singgasana.
Ini masih senandung reranting tak ada manggala pada diri hanya menimang hati. Rembi menghujam pipi mengusik jiwa yang tersayat nyilu. Reranting ingini lil rantus nyawa, rarai remuk berakhir sudah tak terbendung.
: Sekata milik reranting, bukan titik yang dianganangan, bukan juga penghabisan bayang
Pasung ini reranting, pada peringgitan sunyi, hingga rangup dendang labirin dan menggetih, menetes lingar basahi wajah bumi. Tanpa naungan peraduan nyatuh. Tatapan hampa pungkir sabda yang terletak digaris nadi.
Saat tak tersadar, berharap semu mengibas sayap melayang, mengawan, menawan, sudi bercengkrama bersama batari pemilik singgasana.
Ini masih senandung reranting tak ada manggala pada diri hanya menimang hati. Rembi menghujam pipi mengusik jiwa yang tersayat nyilu. Reranting ingini lil rantus nyawa, rarai remuk berakhir sudah tak terbendung.
: Sekata milik reranting, bukan titik yang dianganangan, bukan juga penghabisan bayang
@elmira
Kairo, 16 Februari 2010 [18.00]
Kairo, 16 Februari 2010 [18.00]
Daun Kering
: Daun kering
retakan permukaan hening, memudar warna yang hijau kuning. Dekati penghabisan hari ikuti denting, merambat gugusan gugur sedikit sepah takdir. Mulai melayang mengawan laun. Ditengah jumantara lazwardi hembusan hamparan peri dan teman kapak cabak.
Daun kering itu layahlayah pada pawana menari tarian lentesasi tanpa kidung batari selatan. Menjadi penghias tawang, saksi bisu nagara. Bercengkrama bersama reranting patah. Bercumbu dengan dewadaru dan dedaun hijau yang beringung mesra.
Hingga langit menangis
Gerimis rintikrintik
Merimis melirihlirih
Membasahi rintisrintis
Tanpa mengenal masa merisa arah
Hujanpun merenyai.
Dan daun keringpun menggigil risik mengusap wajah bumi.
@elmira
Kairo,
15 Februari 2010 [19:49]
retakan permukaan hening, memudar warna yang hijau kuning. Dekati penghabisan hari ikuti denting, merambat gugusan gugur sedikit sepah takdir. Mulai melayang mengawan laun. Ditengah jumantara lazwardi hembusan hamparan peri dan teman kapak cabak.
Daun kering itu layahlayah pada pawana menari tarian lentesasi tanpa kidung batari selatan. Menjadi penghias tawang, saksi bisu nagara. Bercengkrama bersama reranting patah. Bercumbu dengan dewadaru dan dedaun hijau yang beringung mesra.
Hingga langit menangis
Gerimis rintikrintik
Merimis melirihlirih
Membasahi rintisrintis
Tanpa mengenal masa merisa arah
Hujanpun merenyai.
Dan daun keringpun menggigil risik mengusap wajah bumi.
@elmira
Kairo,
15 Februari 2010 [19:49]
Sajak Daun Kering
: Daun kering
Gugur lembut
Mengawan menawan laun
Berteman kepak cabak
Daun kering itu
Layahlayah pada pawana
Di tarian sunyi
Daun kering
Bercumbu bersama dewadaru
Juga sangkaksangkak pedapa
Yang beringung mesra
Hingga hujan
Dan daun keringpun
Mengusap wajah bumi
@elmira
Kairo,
15 Februari 2010 [07:50]
Gugur lembut
Mengawan menawan laun
Berteman kepak cabak
Daun kering itu
Layahlayah pada pawana
Di tarian sunyi
Daun kering
Bercumbu bersama dewadaru
Juga sangkaksangkak pedapa
Yang beringung mesra
Hingga hujan
Dan daun keringpun
Mengusap wajah bumi
@elmira
Kairo,
15 Februari 2010 [07:50]
Menghimpun Rasa
Rasa ini menghimpun lagi
Saat ku pikir sudah mati
Ruas hati merisak arah
Sekata trista dalam rasa
Hingga gigit nadi lukai raga
Getih mengalir
Rembi menyalir
Saksi bisu cinta semu
Seandainya saja
Engkau mengerti tuai pintaku
Adakah nyata ini
Dusta pada cinta kita?
Mata saksikanlah olehmu
Dirinya yang terhujam perih
Di penghabisan kisah
Dan bayangmu hanya harapan mati
Makarmu memudar
Hingga ragaku tertidur abadi
Dalam perih
Adakah semua ini siasia?
Cinta
@elmira
Kairo,
14 Februari 2010 [11:34]
Saat ku pikir sudah mati
Ruas hati merisak arah
Sekata trista dalam rasa
Hingga gigit nadi lukai raga
Getih mengalir
Rembi menyalir
Saksi bisu cinta semu
Seandainya saja
Engkau mengerti tuai pintaku
Adakah nyata ini
Dusta pada cinta kita?
Mata saksikanlah olehmu
Dirinya yang terhujam perih
Di penghabisan kisah
Dan bayangmu hanya harapan mati
Makarmu memudar
Hingga ragaku tertidur abadi
Dalam perih
Adakah semua ini siasia?
Cinta
@elmira
Kairo,
14 Februari 2010 [11:34]
Goresan Rindu
aku sedang rindu
bukan kepadaNya
padanya
atau pada mereka..
tapi pada dirinya yang karenanya aku hadir saat ini
rindu ini tidak sedikit tapi memuncak pada perih sanubari
Aku rindu padamu yang tak kasat mata
rinduku ini air mata
yang sudah menumpuk dipelupuk mata
aku rindu denganmu yang pemilik abu mata
rinduku tercermin pada dua bola mata
aku rindu lagi padanya
sekali lagi aku rindu
untuk yang sekian kali
namun kali ini aku benarbenar merindunya
Kairo,
13 Februari 2010 [15:45]
bukan kepadaNya
padanya
atau pada mereka..
tapi pada dirinya yang karenanya aku hadir saat ini
rindu ini tidak sedikit tapi memuncak pada perih sanubari
Aku rindu padamu yang tak kasat mata
rinduku ini air mata
yang sudah menumpuk dipelupuk mata
aku rindu denganmu yang pemilik abu mata
rinduku tercermin pada dua bola mata
aku rindu lagi padanya
sekali lagi aku rindu
untuk yang sekian kali
namun kali ini aku benarbenar merindunya
@elmira
Kairo,
13 Februari 2010 [15:45]
Angan Ngarai (3)
Menatap gemintang langit indah
Lihat pawana menari cantik
Ranting - ranting bersenandung sukma
Purnama menatap malam
Tapi kita masih terpisah dua samudra
Dihalang tabir
Ini ku titipkan sekali lagi
inai kering yang akan bercerita tentang malam dan satu bayang mataku agar dapat dirimu lihat malam
Pada langkias selatan
Hingga rasamu rasaku satu adanya
@elmira
Kairo,
13 Februari 2010 [08:09]
Lihat pawana menari cantik
Ranting - ranting bersenandung sukma
Purnama menatap malam
Tapi kita masih terpisah dua samudra
Dihalang tabir
Ini ku titipkan sekali lagi
inai kering yang akan bercerita tentang malam dan satu bayang mataku agar dapat dirimu lihat malam
Pada langkias selatan
Hingga rasamu rasaku satu adanya
@elmira
Kairo,
13 Februari 2010 [08:09]
Takdir Jumantara
Cukup gegap gempita pada jumantara, biarlah sekali bumi tanpa sua, tanpa rasa, rantus laga. Matahari, pakailah cadar ini sejenak milik batari kidung utara agar sangkak pijarmu setengah. Pasir berbisik gemersiknya menghening, musafir kelana hilang rimpuh tak tuai dahaga pada rangkung.
Serpihserpihan gedabah ruas matahari yang terkikis menghias wajah bumi, lahirkan senja dan teja pada tawang yang menghias lazwardi hingga rancak memikat, mengundang perlip selaksa kidakida pada waruga.
Ini jumantara ada rapuh ditiap sisi yang tertutup tak terlihat, yang tersembunyi tak tersentuh.
Saat malam nikahi rembulan, tangis lirih mendengung diluar kirai. Saat malam memacik rusuk senja hingga hampir rarai remuk menghimpun. Dan saat malam berkuasa menjadi dawana penyangga pilar tawang.
Jumantara ciptakan guratan karya waruga, menghadap muka hingga gapai cakrawala. Dan kelingking gemintang yang berdenting adalah saksi bisu takdir jumantara.
@elmira
Kairo, 12 Februari 2010 [18:30]
Dan Malam
sisa rinai hujan hiasi garisgaris kaca pada tiap jengkal, pun rembulan sudah tertidur dalam dekap malam
aku masih sendiri disini
dalam sunyi bercumbu dengan waktu
lilinlilin kecil setengah meredup
pawana lelah bertiup dindingdinding bisu bosan menemani
tapi diriku tetap menunggu masih bersama malam yang membelai wajah jiwa
selaksa menggapai surga saat hadirmu dalam ruang
Kecup rindu untukmu agar mengerti arti sepi milikku
lelah adanya diriku, itu katamu
sejenak kau hadir tanpa senyum
lalu melangkah kembali
dan air mata...
temani aku malam ini
Kairo,
11 Februari 2010
aku masih sendiri disini
dalam sunyi bercumbu dengan waktu
lilinlilin kecil setengah meredup
pawana lelah bertiup dindingdinding bisu bosan menemani
tapi diriku tetap menunggu masih bersama malam yang membelai wajah jiwa
selaksa menggapai surga saat hadirmu dalam ruang
Kecup rindu untukmu agar mengerti arti sepi milikku
lelah adanya diriku, itu katamu
sejenak kau hadir tanpa senyum
lalu melangkah kembali
dan air mata...
temani aku malam ini
@elmira
Kairo,
11 Februari 2010
Malam
Ini kisah tentang malam saat jiwa tinggalkan raga, cakrawala menyerupa rupa mimpimimpi beradu ditepian
waktu
Ini masih tentang malam saat bulan memintal langit
gemintang rancak sempurna lintasanlintasan sayarah kembara yang meragu
ini juga masih tentang malam yang bergumam
:bahwa kesepian begitu menyakitkan
Kairo,
10 Februari 2010 [18:36]
waktu
Ini masih tentang malam saat bulan memintal langit
gemintang rancak sempurna lintasanlintasan sayarah kembara yang meragu
ini juga masih tentang malam yang bergumam
:bahwa kesepian begitu menyakitkan
@elmira
Kairo,
10 Februari 2010 [18:36]
6 (enam) sifat ahli neraka
1. Kufur terhadap nikmat Allah dan hak - hakNya, kufur terhadap dien, nama, dan sifat - sifatNya. Serta kufur terhadap Rasul, malaikat, kitab, dan hari akhir.
2. Memerangi dan memusuhi kebenaraan.
3. Menolak kebaikan, baik terhadap dirinya sendiri untuk taat dan mendekatkan diri kepada Allah, maupun kebaikan terhadap orang lain, sehingga ia sama sekali tidak mempunyai catatan kebaikan. Baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
4. Di samping menolak berbuat baik, dia juga memusuhi manusia, kejam dan berlaku dzolim kepada mereka baik dengan tangan maupun lisannya.
5. Dia selalu ragu - ragu dalam menentukan sikap.
6. Berbuat syirik kepada Allah dan menjadikan Tuhan lain selain Allah untuk disembah dandipuja.
2. Memerangi dan memusuhi kebenaraan.
3. Menolak kebaikan, baik terhadap dirinya sendiri untuk taat dan mendekatkan diri kepada Allah, maupun kebaikan terhadap orang lain, sehingga ia sama sekali tidak mempunyai catatan kebaikan. Baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
4. Di samping menolak berbuat baik, dia juga memusuhi manusia, kejam dan berlaku dzolim kepada mereka baik dengan tangan maupun lisannya.
5. Dia selalu ragu - ragu dalam menentukan sikap.
6. Berbuat syirik kepada Allah dan menjadikan Tuhan lain selain Allah untuk disembah dandipuja.
Hunian Hati
Lima warna musim pudar menahun
Di dua purnama diriku tertidur
Tapi rindu tetap menghimpun
Sayang..
Ini diriku menunggu
Di ranting terujung
Tetap melagu
Sepanjang dendang
@elmira
Di dua purnama diriku tertidur
Tapi rindu tetap menghimpun
Sayang..
Ini diriku menunggu
Di ranting terujung
Tetap melagu
Sepanjang dendang
@elmira
Perjalanan Mawar
Mawar suci
Sunyi sendiri
Direnggut embun pagi
Beringgung kuncup mengindung rembi
Mawar merah muda
Hatimu dipetik barata siwa
Katamu menjulang jumantara
Istana syairmu mendawana
Mawar biru
Rindumu beku
Pudar meramu
Mawar kuning
Putus kelingking
Tangisan melengking
Meretak puing tawang
Mawar putih
Genggam sepuluh sabitah
Terpatri di hati
Lalu abadi merekah
Mawar hijau
Harapan semu
hati silu
lingar beradu
Mawar hitam
Berharap najam
Terpatri kelam
Bukan nagam
Hanya dusta tertanam
Mawar jingga
Lenyap juwita
Membekas trista
Tertikam trisula
@elmira
Kairo,
3 Februari 2010
Sunyi sendiri
Direnggut embun pagi
Beringgung kuncup mengindung rembi
Mawar merah muda
Hatimu dipetik barata siwa
Katamu menjulang jumantara
Istana syairmu mendawana
Mawar biru
Rindumu beku
Pudar meramu
Mawar kuning
Putus kelingking
Tangisan melengking
Meretak puing tawang
Mawar putih
Genggam sepuluh sabitah
Terpatri di hati
Lalu abadi merekah
Mawar hijau
Harapan semu
hati silu
lingar beradu
Mawar hitam
Berharap najam
Terpatri kelam
Bukan nagam
Hanya dusta tertanam
Mawar jingga
Lenyap juwita
Membekas trista
Tertikam trisula
@elmira
Kairo,
3 Februari 2010
Maafkan
Terpaku diriku sedih meratup saat elang meratap takdir bersungkur letih.
Elang bersayap hebat menjelma patah hina sedalam ngarai
merangkak di tanah bumi mengkais kais seugah mimpi
saat tak mampu lagi memangku gakari.
Maafkan diriku yang hanya menatap diam.
@elmira
Kairo,
01 Februari 2010 [07:54]
Elang bersayap hebat menjelma patah hina sedalam ngarai
merangkak di tanah bumi mengkais kais seugah mimpi
saat tak mampu lagi memangku gakari.
Maafkan diriku yang hanya menatap diam.
@elmira
Kairo,
01 Februari 2010 [07:54]
Sajak Terista Tapak Dara
Warnasari tapak dara mengiring detak denting di altar suci. Tertanam tandus pada wajah bumi. Tetes embun menemani tiap - tiap rasa. Selaksa pijak yang membasuh lin pada tapak - tapak kaki.
Warnasari tapak dara ditiap jengkal camara putih. Membawa tengarang dan segenggam seruput impian nyata. Hingga saat nagara hiasi jumantara ribu rona dan bersabda diluhur kurubin.
:Diriku rarai jiwa pun rembi henyak pada diri.
Akankah terengkuh unjun - unjun tapak dara di tiap - tiap kerai hingga tak ada rembi menampar pipi?. Ini juwita tinggalkan hati. Hanya ada terista tersisa pada tapak dara.
O, tapak dara Sang Hyang rangum juwitamu pun dirimu bertalun litup - litup. Rangup adanya, limpung trisula diujung jantung. Jangan rantuskan nyawa jika tak ingin juwita merembi darah.
Warnasari tapak dara nahak jiwamu. Meski dirinya tak berwaruga mahianya cinta. Tidak di dataran bumi melainkan di dewana jumantara.
:Keabadian.
@elmira
Kairo,
31 Januari 2010 [19:14]
Warnasari tapak dara ditiap jengkal camara putih. Membawa tengarang dan segenggam seruput impian nyata. Hingga saat nagara hiasi jumantara ribu rona dan bersabda diluhur kurubin.
:Diriku rarai jiwa pun rembi henyak pada diri.
Akankah terengkuh unjun - unjun tapak dara di tiap - tiap kerai hingga tak ada rembi menampar pipi?. Ini juwita tinggalkan hati. Hanya ada terista tersisa pada tapak dara.
O, tapak dara Sang Hyang rangum juwitamu pun dirimu bertalun litup - litup. Rangup adanya, limpung trisula diujung jantung. Jangan rantuskan nyawa jika tak ingin juwita merembi darah.
Warnasari tapak dara nahak jiwamu. Meski dirinya tak berwaruga mahianya cinta. Tidak di dataran bumi melainkan di dewana jumantara.
:Keabadian.
@elmira
Kairo,
31 Januari 2010 [19:14]
Persembahan untuk Malam
Ini tentang malam
Ketika kesetiaan adalah bingkisan
Dusta
Dan nadi mulai tersayat
Air mata
Tak lagi mendengar puannya
Lalu nadhir hadir didepan mata
Ini masih tentang malam
Saat harus ku akhiri hidup
Merepih pudar bayang dirimu
Teruntuk malam
Ku persembahkan cintaku
Yang rarai remuk sudah
@elmira
Kairo,
30 Januari 2010 [06:57]
Ketika kesetiaan adalah bingkisan
Dusta
Dan nadi mulai tersayat
Air mata
Tak lagi mendengar puannya
Lalu nadhir hadir didepan mata
Ini masih tentang malam
Saat harus ku akhiri hidup
Merepih pudar bayang dirimu
Teruntuk malam
Ku persembahkan cintaku
Yang rarai remuk sudah
@elmira
Kairo,
30 Januari 2010 [06:57]
Langganan:
Postingan (Atom)