seperti lapak
yang terbungkus keindahan
kasuma
namun di dalamnya hanya
bernaung mahing
rapalkan pada semua yang tak
berarti
dalam arti yang tak menemu
makna sesungguhnya
ini tentang dewa bergincu
yang mencintai simpatik manusia
atau mungkin memang mencari?
satu yang pasti, adanya diriku tak
perduli
ini hanya kenang lalu yang
menumpuk dan akan segera
berlalu
menunggu waktu terbakar
menjadi abu sirnalah sudah
bersama keluh kesah yang
engkau banggakan
: diriku ini
orang yang diam
namun jangan sampai diamku ini
terusik
lalu menjadi belati yang sangat
menyakitikan
mahing : bau busuk
rapal : mengata / berkata
@Elmira
11 Juni 2o10 [17:03]
balalaika berdawai (III)
curah hujan mutiara langit yang
bertakung mengendap di antara
bebayang telapak kaki teja
terhenti lalu tertakung
di sana ada senandung ranting
yang meredam jiwa para peri
memutar tarian angin gemulai
lewat semesta mengalunkan
irama balalaika
tak perduli meski pasara
menganga menunggu
dan pawana yang memberi
warna antara utara ke katulistiwa
siap melumat
kelopak kasuma berguguran
mengawan menjadi hiasan wajah
langit selaksa pelangi sebelum
saling bercumbu
namun balalaika berdawai
dimana meletak ragamu?
hingga malam tak mengampas
jati pun tak ku temui sudah satu
bayang selaksa seribu purnama
yang tanpa pijar, menghening
merenung tanpa peringin
balalaika berdawailah hingga
fajar menyingsing, matahari
terbangun. taburkan pasir milik
ancala selatan mengabit pelangi
sirnai kabut meta. tundukan
mega
hingga para angin menggugat
dan makian camar memersik pagi
lalu aku?
menikmati kematian
untuk yang kesekian kali
@Elmira
Kairo,
11 Juni 2010 [10:00]
bertakung mengendap di antara
bebayang telapak kaki teja
terhenti lalu tertakung
di sana ada senandung ranting
yang meredam jiwa para peri
memutar tarian angin gemulai
lewat semesta mengalunkan
irama balalaika
tak perduli meski pasara
menganga menunggu
dan pawana yang memberi
warna antara utara ke katulistiwa
siap melumat
kelopak kasuma berguguran
mengawan menjadi hiasan wajah
langit selaksa pelangi sebelum
saling bercumbu
namun balalaika berdawai
dimana meletak ragamu?
hingga malam tak mengampas
jati pun tak ku temui sudah satu
bayang selaksa seribu purnama
yang tanpa pijar, menghening
merenung tanpa peringin
balalaika berdawailah hingga
fajar menyingsing, matahari
terbangun. taburkan pasir milik
ancala selatan mengabit pelangi
sirnai kabut meta. tundukan
mega
hingga para angin menggugat
dan makian camar memersik pagi
lalu aku?
menikmati kematian
untuk yang kesekian kali
@Elmira
Kairo,
11 Juni 2010 [10:00]
di genggam pagi ku letak
di pagi yang mentari masih
nyenyak terlelap meninggalkan
jejak rengat, kumbang para peri
mulai menghias mewarnai
embun tanpa dawat juga tanpa
merentak namun dengan
serembah serembih purnama
yang tertikam semalam
ini tentang sernak pagi yang
seriah penuh peluh silam
bukan gegap gempita yang di
angan-angan
pun pagi yang merimas
di pagi yang mentari masih
nyenyak terlelap meninggalkan
jejak rengat, awan masih
menghitam langit penuh kelabu,
gerimis peluh merintik-rintik,
merimis lirihlirih membasahi demi
rintis tanpa pudara merisa arah
para kupukupu menggigil risik
dedaun menggerisik, langkias
merisik petuah peri
biarlah biar!
biar ku unjut pagi ini dengan untai
lalu sendiri merinai berteman
sesau inai
ah, ranting pijarmu tertelan rembi
: kabut yang menawar pagi
ingin ku genggam engkau hingga
melupa letak
@elmira
09 Juni 2010 [14:41]
nyenyak terlelap meninggalkan
jejak rengat, kumbang para peri
mulai menghias mewarnai
embun tanpa dawat juga tanpa
merentak namun dengan
serembah serembih purnama
yang tertikam semalam
ini tentang sernak pagi yang
seriah penuh peluh silam
bukan gegap gempita yang di
angan-angan
pun pagi yang merimas
di pagi yang mentari masih
nyenyak terlelap meninggalkan
jejak rengat, awan masih
menghitam langit penuh kelabu,
gerimis peluh merintik-rintik,
merimis lirihlirih membasahi demi
rintis tanpa pudara merisa arah
para kupukupu menggigil risik
dedaun menggerisik, langkias
merisik petuah peri
biarlah biar!
biar ku unjut pagi ini dengan untai
lalu sendiri merinai berteman
sesau inai
ah, ranting pijarmu tertelan rembi
: kabut yang menawar pagi
ingin ku genggam engkau hingga
melupa letak
@elmira
09 Juni 2010 [14:41]
rembi batari (II)
di saat rembi batari merapal rindu
daun-daun pun menguning
mengering tersapu angin
membayang tapak jemari di
antara cermin embun gerimis
meradu kabut melamun
dan
di saat rembi batari merapal rindu
hatipun menepi membuka
lembaran yang terkikis
melipat kenangan lalu yang
membekas bersemayam
ini resah yang sebenar-benarnya
resah
seperti raga yang mulai berpisah
mulai mengumpulkan kisah
kenangan lalu untuk di jabarkan
dan dalam kesah menghampiri
labirin dengan gelisah agar dapat
lagi melagu selaksa gadis lugu
yang gagu
sungguh ini rembi batari yang
merisau di tengah tepian sepi
memisau merenggang semua
lelap penuh sendesau, dan
berharap maut sedang singgah di
ujung genggaman pisau
meski teja menghias indah
semesta menghijau
o, rembi batari
adakah rasa yang engkau rasa?
mungkin engkau mulai merasa
pada titik asa yang hampa
@Elmira 07 Juni 2010 [17:35]
saat senja yang ku benci
daun-daun pun menguning
mengering tersapu angin
membayang tapak jemari di
antara cermin embun gerimis
meradu kabut melamun
dan
di saat rembi batari merapal rindu
hatipun menepi membuka
lembaran yang terkikis
melipat kenangan lalu yang
membekas bersemayam
ini resah yang sebenar-benarnya
resah
seperti raga yang mulai berpisah
mulai mengumpulkan kisah
kenangan lalu untuk di jabarkan
dan dalam kesah menghampiri
labirin dengan gelisah agar dapat
lagi melagu selaksa gadis lugu
yang gagu
sungguh ini rembi batari yang
merisau di tengah tepian sepi
memisau merenggang semua
lelap penuh sendesau, dan
berharap maut sedang singgah di
ujung genggaman pisau
meski teja menghias indah
semesta menghijau
o, rembi batari
adakah rasa yang engkau rasa?
mungkin engkau mulai merasa
pada titik asa yang hampa
@Elmira 07 Juni 2010 [17:35]
saat senja yang ku benci
karena senyum mu seindah pelangi
saat ada hariku dimana
bersamamu
senyum mu membekas di hati
selaksa pelangi di antara teja dan
embun bening yang mulai
beringgung
pun saat mata ku terpejam
senyum mu tetap membayang
menggantikan air mata yang
mulai merinai
hingga pada saat tertidur
senyum mu menghias mimpi
menjadi indah
seperti mendung yang
tersapu berkilau dan yang
senantiasa tersisa
hanya senyum mu di langit sana
ah, mengertikah engkau?
saat angin menarinari
mencubu sekitar
pelu kesah terhapus sesaat
berganti impian yang setiba
membias menjelma waruga
indah..
ini impian
dimana saat langit menyimpul
senyum
ku petik seberkas sinar mentari
dan ku taburi harapan yang
menghias pasti
lalu ku genggam hingga merasuk
rusuk menghimpun, setelah itu ku
lepaskan agar menjadi manik-
manik terindah yang menyinari
malam bersama purnama dan
gemintang
di sana, di atas sana ada sinar
mentari menyempurnai
pertengahan malam
sinar yang menyerupai
senyum mu
@Elmira
05 Juni 2010 [17:07]
bersamamu
senyum mu membekas di hati
selaksa pelangi di antara teja dan
embun bening yang mulai
beringgung
pun saat mata ku terpejam
senyum mu tetap membayang
menggantikan air mata yang
mulai merinai
hingga pada saat tertidur
senyum mu menghias mimpi
menjadi indah
seperti mendung yang
tersapu berkilau dan yang
senantiasa tersisa
hanya senyum mu di langit sana
ah, mengertikah engkau?
saat angin menarinari
mencubu sekitar
pelu kesah terhapus sesaat
berganti impian yang setiba
membias menjelma waruga
indah..
ini impian
dimana saat langit menyimpul
senyum
ku petik seberkas sinar mentari
dan ku taburi harapan yang
menghias pasti
lalu ku genggam hingga merasuk
rusuk menghimpun, setelah itu ku
lepaskan agar menjadi manik-
manik terindah yang menyinari
malam bersama purnama dan
gemintang
di sana, di atas sana ada sinar
mentari menyempurnai
pertengahan malam
sinar yang menyerupai
senyum mu
@Elmira
05 Juni 2010 [17:07]
Talun
kemanakah sang bayu? saat bias-
bias merona jingga di utara
dimanakah Tuhan sembunyikan
tinta pelangi? saat para peri
mencoba mewarnai sunyi
apa langit masih berada di atas?
menimang embun untuk bumi
matahari sudah kah terpejam
lelap? saat rembulan memetik
bintang
para burung, masikah mengepak
kencang mengawan? bersama
pawana
mengapa malam tak pernah lelah
merajut awan? padahal ada
nebula yang menghias
kapan senja di unjut menguntai?
lalu merinai
bila purnama simpai sempurna
dapatkah kulukiskan bayang
dirimu dalam bingkai gemintang?
mengapa bulan selalu
merindukan malam?
kapan berpulang keluh kesah
pada hati?
bila cakrawala membutakan asa,
akankah ada damai yang
menyerinai? seraya memuja
semilir angin
lalu air mata?
kapan dapat mati?
bias merona jingga di utara
dimanakah Tuhan sembunyikan
tinta pelangi? saat para peri
mencoba mewarnai sunyi
apa langit masih berada di atas?
menimang embun untuk bumi
matahari sudah kah terpejam
lelap? saat rembulan memetik
bintang
para burung, masikah mengepak
kencang mengawan? bersama
pawana
mengapa malam tak pernah lelah
merajut awan? padahal ada
nebula yang menghias
kapan senja di unjut menguntai?
lalu merinai
bila purnama simpai sempurna
dapatkah kulukiskan bayang
dirimu dalam bingkai gemintang?
mengapa bulan selalu
merindukan malam?
kapan berpulang keluh kesah
pada hati?
bila cakrawala membutakan asa,
akankah ada damai yang
menyerinai? seraya memuja
semilir angin
lalu air mata?
kapan dapat mati?
sekali lagi tentang sepi
bila waktu terus bergulir maka
aku ada dalam pusara titik tanpa
berkesudahan, tanpa gelombang
namun tak bertenang, mengalun
namun tanpa riak
ini tentang sepi yang mengata
sebagaian manusia bahwa itu
adalah keindahan
dan ini masih tentang sepi
tentang dinding-dinding yang
membisu ambigu?
ini juga masih tentang sepi
tentang tak-tak ubin hening,
hujan yang tertahan, angin yang
mengembang menyempurna
langkias hampa
ini tentang sepi
tentang sesuatu yang hilang
dunia dalam kecerian
masih lagi tentang sepi saat
gemertak terdengar menyendiri
lalu Tuhan diam
lagi-lagi tentang sepi tentang
tangkai hati yang mendayung
semu
ini juga tentang sepi
yang tertanam pasti di belahan
tanpa rarai
dan ini tetap tentang
sepi saat matahari mencabut
paksa purnama, awan menjelabu
abu, langit tersimpul mati lalu
malam tersayat perih
ah, ini juga tentang sepi yang
selaksa cermin menanya namun
diam?
o, dandelion kirimkan aku separuh
warna musim agar para sepi
terhapus tanpa membekas dalam
alunan angkara yang menawan,
juga agar mereka di jumantara
menahu betapa kesepian begitu
menyakitkan
aku ada dalam pusara titik tanpa
berkesudahan, tanpa gelombang
namun tak bertenang, mengalun
namun tanpa riak
ini tentang sepi yang mengata
sebagaian manusia bahwa itu
adalah keindahan
dan ini masih tentang sepi
tentang dinding-dinding yang
membisu ambigu?
ini juga masih tentang sepi
tentang tak-tak ubin hening,
hujan yang tertahan, angin yang
mengembang menyempurna
langkias hampa
ini tentang sepi
tentang sesuatu yang hilang
dunia dalam kecerian
masih lagi tentang sepi saat
gemertak terdengar menyendiri
lalu Tuhan diam
lagi-lagi tentang sepi tentang
tangkai hati yang mendayung
semu
ini juga tentang sepi
yang tertanam pasti di belahan
tanpa rarai
dan ini tetap tentang
sepi saat matahari mencabut
paksa purnama, awan menjelabu
abu, langit tersimpul mati lalu
malam tersayat perih
ah, ini juga tentang sepi yang
selaksa cermin menanya namun
diam?
o, dandelion kirimkan aku separuh
warna musim agar para sepi
terhapus tanpa membekas dalam
alunan angkara yang menawan,
juga agar mereka di jumantara
menahu betapa kesepian begitu
menyakitkan
Rapae dalam lelapku
dalam hunian mimpi ada
secercah bayang yang menyemai
di antara ribuan rupa yang
menapa tak melupa, aku terjaga
seorang diri. tanpa tahu siapa dan
apa?
saat mengata kenapa?, mereka
berpergi tanpa menapak irama.
seperti diri ku yang tak pernah
menahu.
dalam hunian mimpi ada
secercah bayang yang menyemai
di antara ribuan rupa yang
menapa tak melupa, namun ada
najam-najam letik yang berkilau
pijar membuka labirin mimpi
hingga diriku mampu melangkah
terjaga sempurna. aku masih
hidup.
lalu ku tatap cermin yang
melengkung di antara dinding-
dinding kamar, ternyata tertinggal
sayap rapae di punggung. dan
pijar rapae-rapae kecil yang
masih berkilau namun mulai
memudar mengiringi dentingan
waktu.
: itu
tentang rapae
yang hadir menutup mimpi
bangunkan tidur lelap ku
@Elmira
Kairo
30 Mei 2010 [10:11]
secercah bayang yang menyemai
di antara ribuan rupa yang
menapa tak melupa, aku terjaga
seorang diri. tanpa tahu siapa dan
apa?
saat mengata kenapa?, mereka
berpergi tanpa menapak irama.
seperti diri ku yang tak pernah
menahu.
dalam hunian mimpi ada
secercah bayang yang menyemai
di antara ribuan rupa yang
menapa tak melupa, namun ada
najam-najam letik yang berkilau
pijar membuka labirin mimpi
hingga diriku mampu melangkah
terjaga sempurna. aku masih
hidup.
lalu ku tatap cermin yang
melengkung di antara dinding-
dinding kamar, ternyata tertinggal
sayap rapae di punggung. dan
pijar rapae-rapae kecil yang
masih berkilau namun mulai
memudar mengiringi dentingan
waktu.
: itu
tentang rapae
yang hadir menutup mimpi
bangunkan tidur lelap ku
@Elmira
Kairo
30 Mei 2010 [10:11]
Abadi?
mandala purnama saat simpai sempurna, akan kah?
adalah purnama saat simpai
menyempurna adakah lekukan
gemintang menyinari? sekalipun
perlip, bukan yang kelip, maupun pelik. tidak.
ah.. biarkan diriku
menghela nafas sejenak lalu
mengatakan tauhkan perbedaan
mu dengan purnama? purnama
berpijar hanya saat malam hari,
sedangkan dirimu setiap saat.
namun ini bukanlah suatu ke
abadian, seperti halnya saat
dedaun menguning gugur
terlepas dari reranting terhempas
menyapu wajah bumi mengecup
hening.
hilang ku meramu kelabu, pudar bersama kabut
hilang?, jejak tapak akan terhapus
bayang menjelabu, kelabu. yang
tertinggal hanya kenang masa
silam di antara mereka-mereka.
pun sayap kan merapuh, rangup,
bertebar satu-satu tanpa
danghyang hingga tak menyisa,
lalu tertinggal pudar
dan di retak kenangan itu masih
tertinggal sepercak bayang lalu
yang abadi tersimpan bahkan tak
berpetak
mungkin?
akan seterusnya berbinar
melebihi pualam dewi
membentangkan sayapnya
melebihi garis timur dan barat
di retak kenangan itu masih
tertinggal sepercak bayang lalu
yang akan terus berpijar selaksa
ribuan purnama
karena kenangan itu
: bayang diri nan abadi
embun sepi itu air mata
lalu kembali menjadi embun
menari menutup terkunci katup-katup letih
di jerat sapa rasa sakit, selaksa
lukisan langit-langit
di sana di ujung reranting ada
embun-embun sepi, yang sedang
menari menolak hasrat hati
agar terus kuat tak tertikam
: mati
@Elmira
Kairo,
29 Mei 2010 [20:02]
adalah purnama saat simpai
menyempurna adakah lekukan
gemintang menyinari? sekalipun
perlip, bukan yang kelip, maupun pelik. tidak.
ah.. biarkan diriku
menghela nafas sejenak lalu
mengatakan tauhkan perbedaan
mu dengan purnama? purnama
berpijar hanya saat malam hari,
sedangkan dirimu setiap saat.
namun ini bukanlah suatu ke
abadian, seperti halnya saat
dedaun menguning gugur
terlepas dari reranting terhempas
menyapu wajah bumi mengecup
hening.
hilang ku meramu kelabu, pudar bersama kabut
hilang?, jejak tapak akan terhapus
bayang menjelabu, kelabu. yang
tertinggal hanya kenang masa
silam di antara mereka-mereka.
pun sayap kan merapuh, rangup,
bertebar satu-satu tanpa
danghyang hingga tak menyisa,
lalu tertinggal pudar
dan di retak kenangan itu masih
tertinggal sepercak bayang lalu
yang abadi tersimpan bahkan tak
berpetak
mungkin?
akan seterusnya berbinar
melebihi pualam dewi
membentangkan sayapnya
melebihi garis timur dan barat
di retak kenangan itu masih
tertinggal sepercak bayang lalu
yang akan terus berpijar selaksa
ribuan purnama
karena kenangan itu
: bayang diri nan abadi
embun sepi itu air mata
lalu kembali menjadi embun
menari menutup terkunci katup-katup letih
di jerat sapa rasa sakit, selaksa
lukisan langit-langit
di sana di ujung reranting ada
embun-embun sepi, yang sedang
menari menolak hasrat hati
agar terus kuat tak tertikam
: mati
@Elmira
Kairo,
29 Mei 2010 [20:02]
Ranting Sepi
angin menggugat
matahari menangis
reranting mati
: itu tentang langkah yang
berjalan gontai nan merapuh.
saat langit bertanya, mengapa
ranting kembali?. mungkinkah
ada panggilan yang merindu?
bernyanyi di tepian cermin hati.
ini bukan tentang bayang yang
membayang di pelataran altar
suci atau mandala pada labirin
juga bukan tentang dedaun yang
merindukan embun lindap
membening.
ini bukan sekalipun bukan tentang
takdir yang masih tertidur di
dalam rahim. ataupun tentang
langit yang berpura-pura
menangis
berduka cita pun tentangmu yang
bergumam merindu
: ini tentang ranting sepi yang
senandungnya sau-sau
melanglang menari, di hunian
mimpi mengkais, menangis,
memeluk rasa. selaksa gemintang
yang merarai menahan pedih
terpetik malam. di antara wajah
yang menghias lembut gemulai
jemari kenangan.
"ah, diriku sulit meraba serpihan
kenang, meski nadi sudah tergigit
peluh."
hingga melangkah, terjatuh,
terbangun, tertatih dan
melangkah kembali, lalu berlari.
: itu
iya itu!
tentang ranting sepi bukan titik
yang di angan-angan juga bukan
penghabisan bayang.
@Elmira
Kairo,
28 Mei 2010 [06:40]
matahari menangis
reranting mati
: itu tentang langkah yang
berjalan gontai nan merapuh.
saat langit bertanya, mengapa
ranting kembali?. mungkinkah
ada panggilan yang merindu?
bernyanyi di tepian cermin hati.
ini bukan tentang bayang yang
membayang di pelataran altar
suci atau mandala pada labirin
juga bukan tentang dedaun yang
merindukan embun lindap
membening.
ini bukan sekalipun bukan tentang
takdir yang masih tertidur di
dalam rahim. ataupun tentang
langit yang berpura-pura
menangis
berduka cita pun tentangmu yang
bergumam merindu
: ini tentang ranting sepi yang
senandungnya sau-sau
melanglang menari, di hunian
mimpi mengkais, menangis,
memeluk rasa. selaksa gemintang
yang merarai menahan pedih
terpetik malam. di antara wajah
yang menghias lembut gemulai
jemari kenangan.
"ah, diriku sulit meraba serpihan
kenang, meski nadi sudah tergigit
peluh."
hingga melangkah, terjatuh,
terbangun, tertatih dan
melangkah kembali, lalu berlari.
: itu
iya itu!
tentang ranting sepi bukan titik
yang di angan-angan juga bukan
penghabisan bayang.
@Elmira
Kairo,
28 Mei 2010 [06:40]
ini tentang kamu
di hening-hening malam ada
ripuh menutur rapal lelah yang
ingin melepas. di pohon cemara
putih, di tiap pucuknya ada rincih
yang di sematkan hingga
terdengar naungan nyatuh yang
mendekih.
di lautan yang tak bertepi selisir
tanpa tuan ada debu-debu dan
pasir yang menimang rindu
ibunda. di tiap bebulir putih
mengenang kenang meraba
bayang yang tak terjamah.
pada pagi ada lima warna yang
meramu milik kamu bukan angan-
angan semu. selaksa kucup-kucup
pelangi tertidur sepekan namun
tetap merekah rindu hingga
rusuk-rusuk menghimpun.
"sayang sudah ku lepas semua
bunga-bunga kapas yang
bersemayam di saruloka batari."
tak lihatkah gemulai tariannya
menghias langit?
"pun sudah ku kunci tiga pintu
di tengarai agar engkau mampu
membentangkan sayap menyabit
punggungmu."
akankah merubah nyata?
seandainya engkau mampu
mengerti
di punggungmu engkau simpan
semua luka dan kesedihan, aku
mampu melihatnya. engkau
simpan sendiri kau ganti dengan
senyuman. lelahkah?. kemarikan
semua lelahlelahmu sayang, agar
dapat ku genggam.
@Elmira
Kairo,
26 Mei 2010 [15:15]
ripuh menutur rapal lelah yang
ingin melepas. di pohon cemara
putih, di tiap pucuknya ada rincih
yang di sematkan hingga
terdengar naungan nyatuh yang
mendekih.
di lautan yang tak bertepi selisir
tanpa tuan ada debu-debu dan
pasir yang menimang rindu
ibunda. di tiap bebulir putih
mengenang kenang meraba
bayang yang tak terjamah.
pada pagi ada lima warna yang
meramu milik kamu bukan angan-
angan semu. selaksa kucup-kucup
pelangi tertidur sepekan namun
tetap merekah rindu hingga
rusuk-rusuk menghimpun.
"sayang sudah ku lepas semua
bunga-bunga kapas yang
bersemayam di saruloka batari."
tak lihatkah gemulai tariannya
menghias langit?
"pun sudah ku kunci tiga pintu
di tengarai agar engkau mampu
membentangkan sayap menyabit
punggungmu."
akankah merubah nyata?
seandainya engkau mampu
mengerti
di punggungmu engkau simpan
semua luka dan kesedihan, aku
mampu melihatnya. engkau
simpan sendiri kau ganti dengan
senyuman. lelahkah?. kemarikan
semua lelahlelahmu sayang, agar
dapat ku genggam.
@Elmira
Kairo,
26 Mei 2010 [15:15]
Garis Akhir Nadhir
terdengar bisikan yang baru
terukir menghias langit
o, Tuhan pertemukan aku
dengannya sebelum takdir
menutup mata
namun
genggam telah menyatu
tapak tak lagi menginjak
dan sukma menyaksi raga yang
membeku
: dirimu yang berada di sana
semoga engkau mendengarnya
relung jiwa yang tersimpan rapi
@Elmira
23 Mei 2010 [10:25]
terukir menghias langit
o, Tuhan pertemukan aku
dengannya sebelum takdir
menutup mata
namun
genggam telah menyatu
tapak tak lagi menginjak
dan sukma menyaksi raga yang
membeku
: dirimu yang berada di sana
semoga engkau mendengarnya
relung jiwa yang tersimpan rapi
@Elmira
23 Mei 2010 [10:25]
abstrak
di antara percikan genang getih
ada pualam tak menempat
bukan tempat berpulang keluh
kesah
hanya lapak setapak
tepak tetak merapal serapah
selaksa kikis mengikis hati guna
bilah
ah, lain sepukal saat menancap
hati, penuhi labirin menghitam
pekat
seperti mimpi yang tiada dusta
ruang-ruang harapan dan hunian
tak tuai gegap gempita
lain menjamah rindu
saat tindas lara meradu
jauh yang tak pun beradu
seumpama batari tangis pada kamu
lemparkan harapan namun semu
: itu
tentang aku
karya Tuhan paling abstrak
@Elmira
21 Mei 2010 [14:02]
ada pualam tak menempat
bukan tempat berpulang keluh
kesah
hanya lapak setapak
tepak tetak merapal serapah
selaksa kikis mengikis hati guna
bilah
ah, lain sepukal saat menancap
hati, penuhi labirin menghitam
pekat
seperti mimpi yang tiada dusta
ruang-ruang harapan dan hunian
tak tuai gegap gempita
lain menjamah rindu
saat tindas lara meradu
jauh yang tak pun beradu
seumpama batari tangis pada kamu
lemparkan harapan namun semu
: itu
tentang aku
karya Tuhan paling abstrak
@Elmira
21 Mei 2010 [14:02]
Membayang Nyatuh
aku hanya serpihan nyatuh yang
mengharapkan kumbang
menghias hari tanpa warna
sedangkan dia kupu-kupu yang
terbang menghias hari-hari penuh
warna
selalu ingin menangis termenung
menutup diri
tapi ini semua hanya di luar
bayang
aku sungguh sungguh lelah
menjadi dirimu yang sebenar-
benarnya lelah
saat ingin mengata semua aku
menghentikan langkah
maafkan aku yang tiada akhir
beginilah adanya
tak butuh siapapun
hingga saatnya nanti
maaf
elmira
18 Mei 2010 [15:01]
Langganan:
Postingan (Atom)