Doa & Cinta Untuk Elmira

‎"manusia tak beda jauh dengan pohon, kokoh namun lama kelamaan akan mengkerut dan roboh.
Akan tetapi pohon akan selalu berdiri tegak dengan gagah nya hingga massa akan menutup nya.
Jadilah sekokoh seperti pohon yang kuat.

Yang tak kan roboh di terpa angin.
 
Buktikan engkau adalah elmira idents, bukan hanya tangguh dalam puisi. Namun tangguh melawan penyakit mu kini"

aghana and family idents.



‎'Seuntai Doa dari Ibu'

Deras curah keringat semburat melukis harapku
Terjang maut tak sedikit pun goyahkan semangat itu
Sakit.. Berjuta rasa ini menusuk sangat pilu!
Tapi seluruh waktu ini hanya ku persembahkan untukmu.

Untuk sebuah tangisan indah dari bibir mungilmu
Untuk sebuah senyum yang teguhkan hatiku
Tak sabar ingin memelukmu
Mencium kening dan membisikan berjuta doa disetiap harimu.

Hari ini..
Aku lihat gadisku bertambah dewasa
Aku melihat jiwajiwa yang slalu tegarkan dunia

Namun,
Sampai hari ini
Doaku masih sama seperti dulu
"Semoga Tuhan selalu melindungimu"

Bukan hanya untuk hari ini..
Melainkan seluruh hari yang kau jalani.
:)

*Med milad kka'qu sayang..^^ Salam hangat slalu untuk hari-harimu



Kala 30 oktober kembali menyapa, 
tuk isyaratkan makna perubahan usia, 
tak ada bingkisan yang dapat daun beri, 
hanya untaian kata dan doa 
tulus tuk kesembuhanmu saudariku, 
tetaplah tersenyum dan semangat lewati harimu, 
daun ... bunga kapas ... 
kepak sayap kupu-kupu 
akan slalu warnai dan indahkan kisahmu ...
(tuk saudariku Elmira)


ultah

terasa lafas membekas dikertas
nafas yg mencuri kepingan hati
berdiri lepas bebas dialam bebas
purna dikelahiran ranting sepi

pepohonan menanti kau tumbuh
tunas yg hadir disirami rinaian
penebar embun yg tiba dari jauh
yg bertahtah dilangit saat hujan

tiada yg berulang dialir pd hilir
yg menggulirkan pojok air mata
hanya syahdu campur gembira mengalir
diusiamu kini yg tambah dewasa..

---
met ultah dd..elmi


Indahnya Perasaanmu, Eliana

Kudengar dia mulai bernyanyi
Sebuah lagu dari dasar hati
Temani sebuah langkah kaki
Menyusuri indah wangi bumi

Kulihat dia tersenyum manja
Menggenggam ceria pada wajahnya
Taburkan butir butir bahagia
Dengan sebuah sapa santun jelita

Kudengar dia perlahan berkata
Sebuah asa yang tumbuh di dada
Menuliskan semua impiannya
Bersama percikan percikan cahaya

Kulihat dia berbinar ramah
Memeluk cinta sebagai singgasana
Hamparkan sebaris kasih sayang
Agar perjalanan tak membuatnya hilang

Dan temukan kedamaian
Bersama tiap kepakan
Sayap kecilnya
Menerka nerka
Menyentuh sebuah renjana

Dan hadirkan kehidupan
Bersama semua renungan
Melukis awan
Dengan penuh kelembutan
Indahnya sebuah perasaan


Didalam do'a aku selalu kuselipkan nama mu mimi cepat sembuh ya jangan putus asa ini adalah cobaan jika kamu bisa melewatinya niscaya kamu akan mendapatkan kebahagiaan...:) amin

sayap yang patah

disaat malam melekat pekat
tanpa sekat
manik najam kilau memudar

mengapa hujan harus merinai?
aku masih terdiam disini tanpa
tilas, menanam bayang pada
langit

saat jemari Tuhan dan diriku
bersatu, Ia katakan henti
namun dalam peluh menggigil
aku tetap melukis bayang di
wajah awan

selaksa mawar biru
kelopaknya terkikis semu
sungguh haru membiru
berkembang pilu nan meramu

ini harapan lumpuh
yang sungguh semakin rapuh

ditengah air mata yang merisau
hati yang resah memisau
sepi pada tepian sendesau
aku berharap maut bertamu di
ujung pisau

kerati nadi yang membisu
diatas takdir yang semakin gagu
ambigu

@elmira
07 Juli 2010 [17:21]

menanya altar yang terabai

o, peluh dirimu gadis melambai
menanam kasturi dalam hati
berteman embun pada ujung
dagu
memeluk impi
menghitung curah hujan tarian
mutiara langit

lagi-lagi engkau mendekam
terhimpit tanya
nan mampu ditawar
pada siapa gadis?
engkau menaruh harap

sedang adanya mereka
telah melipit hati
gakari yang terabai

sampai akhir tertutup lembaran
takdir

sudah ku belai kabut putih, hingga
gigil peluhmu gemertak henti
tatapan sayu menikam ruang
diantara petak menyambung
pijak tak tak para ubin menyiksa
lalu, hanya tersisa bibir mungil
terbata kata

dan anginpun menangis, langit
gerimis rintik merimis

selayang dalam pandang mulai
meredup, namun dalam laun
tetap merapal harap,

"bukankah hidup kita harus
bahagia?"

menyata jawab hanyalah entah,
bahkan Tuhanpun hanya mampu
diam

hingga terpejam dua retina
dalam pekat abadi, pada
heningnya altar yang terabai

@elmira
06 Juli 2010 [07:10]

seikat akhir bayang

menapak labirin altar putih pada
tepian pelangi
diantara batari yang mewangi
tapak jemari membayang
dalam pandang sepintas sayang
yang meruas hunian singgah
manusia
sedikit tersisa jeratan sukma nan
sia-sia

selaksa sayap putih tak bernilai
melepas pada permukaan wajah
purnama lalu lunglai
penuh sayat genang getih terkulai

ini tentang naluri yang hilang
tempat air mata berpulang
mengikuti jejak rarai yang tak
bersilang

ini juga tentang rasa
kematian asa
yang mereka anggap biasa
sesungguhnya tempat pilu
semayam kuasa

peluh kasuma yang ditinggalkan
meninggalkan petak retakan

diakhir cerita
dalam seikat kata

@elmira
05 Juli 2010 [05:06]

kisah tak bernyawa

meliuk lekukan pandang pada
lingarnya tawang, retina sayu
membulir terista
agaknya mata langit mulai
terpejam segera

ini pertama menatap jingga yang
katanya petuah surya adalah
senja diakhir cerita
meluluh kenangan dilumat tanpa
arah

ini memang pertama patung
memaku dihadapan kerai biru
mengumpulkan remah-remah
yang merarai silu

: kenangan mati
yang tak mampu ditawar
hingga angin menggugat rupa
tura

ah, dawana jumantara
kemana diri mampu berpaling
pun air mata berhenti melipit
gakari

sampai saatnya nanti tak ada lagi
yang merangum senyum
semua kembali pada awal cerita
: bahagia

@elmira
04 Juli 2010 [14:37]

ranyau ranting sepi

ini sekata ranting yang berharap
menjadi gemintang berpijar luas
di langit malam
bukan lilin yang hanya berpijar
sejengkal dalam kelabu kelam

seperti bayang dedaun
nan mulai menguning
itulah ranting
yang mendekam beringin
ibaratkan langkias yang
aku ingin

selaksa manusia yang hanya
memiliki satu sayap
tak menawan
namun butuh genggam
agar mengawan
menari bersama pawana meliuk
liar gemulai

terkadang ingini menutur angin
melacur melanglang berlentesasi
sampai rantus nyawa
menghias samudra atau mungkin
cakrawala sebebasnya merekah
senyum melagu buluh perindu
tanpa ada entah
bahkan dalam pasara

: ini sekata ranting
menyerupa terista diantara tarian
kasuma bukan debar pada rahim
jumantara bukan juga
penghabisan garis bayang



Sajak Dua Hati (kolaborasi Ron Hustleman dan Ranting Sepi)

Ron:

aku tlah tiba di separuh
perjalananku menujumu
membelah sunyi, menetak
dingin malam, gegas beranjak
melabuhkan biduk asmara

Ranting:

cepatlah menapak
aku lelah meminang harap
menggerus pijar purnama dalam
doa
cepatlah menepi
sebelum buku takdirku
ditutup Tuhan
hingga saat engkau datang
hanya berteman air mata

Ron:

akal pikiranpun tak lagi mampu
menalar
pesonamu tak henti menderaku
menjelma dalam angan dan
mimpiku
tak mampu ku bawa surut

bila ku sua dirimu nanti jiwaku
separuh utuh
buka aku, isi dan penuhi aku

Ranting:

pesona itu adakah sebuah
kesalahan?
lahirnya aku hanyalah sebagai
kerikil diantara batubatu yang
besar dan berpijar

entah diriku mampu

aku meragu
pun hatiku gaduh
bila adanya nanti
anganmu hanya kelabu

Ron:

aku terhuyung, ayang kepayang
terhempas gelora membulat
rembulan suara hati,
tiada raguku
kepada puan nafasku
menghembus
bila nanti tak jua penuh
aku tertelan gurun sunyi, nanti
sudikah puan membuka diri?
mengisi separuh jiwaku

Ranting:

selaksa mata embun yang
menangis setiap fajar memulai
hari
disetiap kata yang engkau tulis
begitu saja
bagiku adalah mutiara yang
sangat berharga

namun sukmaku
: terista yang tak mungkin
terbuka

Ron:

jika katakata terucap maka tlah
kupahatkan cinta di setiap
abjadnya
mereka hidup dan bersemi di
udara yang ku hirup
lalu menghambur keluar tanpa
kupinta
menghabelur makna seraya
menjura untukmu

karena sukmaku
: menetaskan hasrat mencarimu
yang tak kuasa henti


@
Elmira
19 Juni 2010 [18:30]

Sajak untuk Zaky Karsten

sekata rasaku membayang
bahwa lahirnya diriku untukmu
bahkan dalam bayang diriku
terbayang engkau dan diriku
sudah bertemu semenjak masih
suci semayam rahim

dirimu seindah langit yang
merona lazuardi pada kedamaian
hening di gegap gempitanya
lonceng berkidung

menuturmu selaksa habelur yang
murni jernih layaknya embun
membulir menginggung para
kasuma
pun indahmu selaksa angin yang
menari anggun penuh senandung

sungguh ini rindu yang sempurna
hingga air matapun menangis,
dan hati meringis, rindu yang
hanya mampu di tatap melalui
lukisan wajah dalam altar putih

bila ada saatnya memanggil,
dimana genggammu menarik
jemariku. disanalah kita akan
bertemu Tuhan, merampungkan
kenangan masa kecil, bermain,
dan tersenyum kembali, seperti
yang engkau tuturkan dalam
mimpi

"aku menunggumu di depan
pintu langit teduh"

hingga letih sudah memandang
wajah hari yang selalu ku nanti.

@
Elmira
14 Juni 2o10 [17:35]

mandala galau simpai sempurna


seperti aku yang berdiri pada
hamparan nan meluas diantara
pasir menyaksi angin menari.
gemulainya menampar pipi,
mencubu jiwa yang tercabik dari
kenangan masa lalu, hingga air
mata merinai bersenandung
lembut memulai.


lantunan murai menghias fajar
lahirkan hari baru yang sejatinya
merupa. menyempurnakan takdir
yang masih tersimpan rapi dalam
rahim, menutup peluh guratan
perih dalam hati


pun lika tabik sayarah yang
padanya bulan titipkan malam
melepas dengan rindu antara
bayang menggenggam, tabik
sayarah yang mengecup mentari
dalam tidur nyenyaknya agar
terbangun tak terlelap, pulangkan
gemintang pada ibunda hingga
tak ada yang merarai nyilu diri
semburatkan langit membias
rangkul asa


namun ini aku yang pada diriku
membayang mengadu dalam
gaduh pilu semesta menghujam,
acuh tak mampu.
terjatuh
: yang kesekian kali dalam
mandala galau.


ini mengata reranting bukan titik
yang diangan-angan bukan juga
penghabisan bayang
: terista bertalun

@ Elmira
14 Juni 2o10 [05:10]

di malam ini. rembulan, gemintang, maupun langit berpijar selaksa mentari pada harinya

kerena mereka
tersenyum
: diriku


13 Juni 2o10 [21:15]

dewa bergincu

seperti lapak
yang terbungkus keindahan
kasuma
namun di dalamnya hanya
bernaung mahing

rapalkan pada semua yang tak
berarti
dalam arti yang tak menemu
makna sesungguhnya

ini tentang dewa bergincu
yang mencintai simpatik manusia
atau mungkin memang mencari?

satu yang pasti, adanya diriku tak
perduli

ini hanya kenang lalu yang
menumpuk dan akan segera
berlalu

menunggu waktu terbakar
menjadi abu sirnalah sudah

bersama keluh kesah yang
engkau banggakan

: diriku ini
orang yang diam
namun jangan sampai diamku ini
terusik
lalu menjadi belati yang sangat
menyakitikan

mahing : bau busuk
rapal : mengata / berkata

@Elmira
11 Juni 2o10 [17:03]

balalaika berdawai (III)

curah hujan mutiara langit yang
bertakung mengendap di antara
bebayang telapak kaki teja
terhenti lalu tertakung

di sana ada senandung ranting
yang meredam jiwa para peri
memutar tarian angin gemulai
lewat semesta mengalunkan
irama balalaika
tak perduli meski pasara
menganga menunggu
dan pawana yang memberi
warna antara utara ke katulistiwa
siap melumat

kelopak kasuma berguguran
mengawan menjadi hiasan wajah
langit selaksa pelangi sebelum
saling bercumbu

namun balalaika berdawai
dimana meletak ragamu?

hingga malam tak mengampas
jati pun tak ku temui sudah satu
bayang selaksa seribu purnama
yang tanpa pijar, menghening
merenung tanpa peringin

balalaika berdawailah hingga
fajar menyingsing, matahari
terbangun. taburkan pasir milik
ancala selatan mengabit pelangi
sirnai kabut meta. tundukan
mega

hingga para angin menggugat
dan makian camar memersik pagi

lalu aku?
menikmati kematian
untuk yang kesekian kali

@Elmira
Kairo,
11 Juni 2010 [10:00]

di genggam pagi ku letak

di pagi yang mentari masih
nyenyak terlelap meninggalkan
jejak rengat, kumbang para peri
mulai menghias mewarnai
embun tanpa dawat juga tanpa
merentak namun dengan
serembah serembih purnama
yang tertikam semalam

ini tentang sernak pagi yang
seriah penuh peluh silam

bukan gegap gempita yang di
angan-angan
pun pagi yang merimas

di pagi yang mentari masih
nyenyak terlelap meninggalkan
jejak rengat, awan masih
menghitam langit penuh kelabu,
gerimis peluh merintik-rintik,
merimis lirihlirih membasahi demi
rintis tanpa pudara merisa arah

para kupukupu menggigil risik
dedaun menggerisik, langkias
merisik petuah peri

biarlah biar!

biar ku unjut pagi ini dengan untai
lalu sendiri merinai berteman
sesau inai

ah, ranting pijarmu tertelan rembi
: kabut yang menawar pagi
ingin ku genggam engkau hingga
melupa letak

@elmira
09 Juni 2010 [14:41]

rembi batari (II)

di saat rembi batari merapal rindu
daun-daun pun menguning
mengering tersapu angin

membayang tapak jemari di
antara cermin embun gerimis
meradu kabut melamun

dan
di saat rembi batari merapal rindu
hatipun menepi membuka
lembaran yang terkikis
melipat kenangan lalu yang
membekas bersemayam

ini resah yang sebenar-benarnya
resah
seperti raga yang mulai berpisah
mulai mengumpulkan kisah
kenangan lalu untuk di jabarkan
dan dalam kesah menghampiri
labirin dengan gelisah agar dapat
lagi melagu selaksa gadis lugu
yang gagu

sungguh ini rembi batari yang
merisau di tengah tepian sepi
memisau merenggang semua
lelap penuh sendesau, dan
berharap maut sedang singgah di
ujung genggaman pisau

meski teja menghias indah
semesta menghijau

o, rembi batari
adakah rasa yang engkau rasa?
mungkin engkau mulai merasa
pada titik asa yang hampa


@Elmira 07 Juni 2010 [17:35]
saat senja yang ku benci

karena senyum mu seindah pelangi

saat ada hariku dimana
bersamamu
senyum mu membekas di hati
selaksa pelangi di antara teja dan
embun bening yang mulai
beringgung

pun saat mata ku terpejam
senyum mu tetap membayang
menggantikan air mata yang
mulai merinai

hingga pada saat tertidur
senyum mu menghias mimpi
menjadi indah

seperti mendung yang
tersapu berkilau dan yang
senantiasa tersisa
hanya senyum mu di langit sana

ah, mengertikah engkau?

saat angin menarinari
mencubu sekitar
pelu kesah terhapus sesaat
berganti impian yang setiba
membias menjelma waruga

indah..

ini impian
dimana saat langit menyimpul
senyum
ku petik seberkas sinar mentari
dan ku taburi harapan yang
menghias pasti

lalu ku genggam hingga merasuk
rusuk menghimpun, setelah itu ku
lepaskan agar menjadi manik-
manik terindah yang menyinari
malam bersama purnama dan
gemintang

di sana, di atas sana ada sinar
mentari menyempurnai
pertengahan malam

sinar yang menyerupai
senyum mu

@Elmira
05 Juni 2010 [17:07]

Talun

kemanakah sang bayu? saat bias-
bias merona jingga di utara

dimanakah Tuhan sembunyikan
tinta pelangi? saat para peri
mencoba mewarnai sunyi

apa langit masih berada di atas?
menimang embun untuk bumi

matahari sudah kah terpejam
lelap? saat rembulan memetik
bintang

para burung, masikah mengepak
kencang mengawan? bersama
pawana

mengapa malam tak pernah lelah
merajut awan? padahal ada
nebula yang menghias

kapan senja di unjut menguntai?
lalu merinai

bila purnama simpai sempurna
dapatkah kulukiskan bayang
dirimu dalam bingkai gemintang?

mengapa bulan selalu
merindukan malam?

kapan berpulang keluh kesah
pada hati?

bila cakrawala membutakan asa,
akankah ada damai yang
menyerinai? seraya memuja
semilir angin

lalu air mata?
kapan dapat mati?

air mataku sungguh bangsat, tak pernah mendengar perintah puannya, rembi melagu, hatiku gaduh, entah kemana harus mengadu.

sekali lagi tentang sepi

bila waktu terus bergulir maka
aku ada dalam pusara titik tanpa
berkesudahan, tanpa gelombang
namun tak bertenang, mengalun
namun tanpa riak

ini tentang sepi yang mengata
sebagaian manusia bahwa itu
adalah keindahan

dan ini masih tentang sepi
tentang dinding-dinding yang
membisu ambigu?

ini juga masih tentang sepi
tentang tak-tak ubin hening,
hujan yang tertahan, angin yang
mengembang menyempurna
langkias hampa

ini tentang sepi
tentang sesuatu yang hilang
dunia dalam kecerian

masih lagi tentang sepi saat
gemertak terdengar menyendiri
lalu Tuhan diam

lagi-lagi tentang sepi tentang
tangkai hati yang mendayung
semu

ini juga tentang sepi
yang tertanam pasti di belahan
tanpa rarai

dan ini tetap tentang
sepi saat matahari mencabut
paksa purnama, awan menjelabu
abu, langit tersimpul mati lalu
malam tersayat perih

ah, ini juga tentang sepi yang
selaksa cermin menanya namun
diam?

o, dandelion kirimkan aku separuh
warna musim agar para sepi
terhapus tanpa membekas dalam
alunan angkara yang menawan,
juga agar mereka di jumantara
menahu betapa kesepian begitu
menyakitkan



Rapae dalam lelapku

dalam hunian mimpi ada
secercah bayang yang menyemai
di antara ribuan rupa yang
menapa tak melupa, aku terjaga
seorang diri. tanpa tahu siapa dan
apa?


saat mengata kenapa?, mereka
berpergi tanpa menapak irama.
seperti diri ku yang tak pernah
menahu.


dalam hunian mimpi ada
secercah bayang yang menyemai
di antara ribuan rupa yang
menapa tak melupa, namun ada
najam-najam letik yang berkilau
pijar membuka labirin mimpi
hingga diriku mampu melangkah
terjaga sempurna. aku masih
hidup.


lalu ku tatap cermin yang
melengkung di antara dinding-
dinding kamar, ternyata tertinggal
sayap rapae di punggung. dan
pijar rapae-rapae kecil yang
masih berkilau namun mulai
memudar mengiringi dentingan
waktu.


: itu
tentang rapae
yang hadir menutup mimpi
bangunkan tidur lelap ku


@Elmira
Kairo
30 Mei 2010 [10:11]

Abadi?

mandala purnama saat simpai sempurna, akan kah?


adalah purnama saat simpai
menyempurna adakah lekukan
gemintang menyinari? sekalipun
perlip, bukan yang kelip, maupun pelik. tidak.


ah.. biarkan diriku
menghela nafas sejenak lalu
mengatakan tauhkan perbedaan
mu dengan purnama? purnama
berpijar hanya saat malam hari,
sedangkan dirimu setiap saat.


namun ini bukanlah suatu ke
abadian, seperti halnya saat
dedaun menguning gugur
terlepas dari reranting terhempas
menyapu wajah bumi mengecup
hening.


hilang ku meramu kelabu, pudar bersama kabut


hilang?, jejak tapak akan terhapus
bayang menjelabu, kelabu. yang
tertinggal hanya kenang masa
silam di antara mereka-mereka.


pun sayap kan merapuh, rangup,
bertebar satu-satu tanpa
danghyang hingga tak menyisa,
lalu tertinggal pudar


dan di retak kenangan itu masih
tertinggal sepercak bayang lalu
yang abadi tersimpan bahkan tak
berpetak


mungkin?


akan seterusnya berbinar
melebihi pualam dewi
membentangkan sayapnya
melebihi garis timur dan barat


di retak kenangan itu masih
tertinggal sepercak bayang lalu
yang akan terus berpijar selaksa
ribuan purnama


karena kenangan itu
: bayang diri nan abadi


embun sepi itu air mata


lalu kembali menjadi embun
menari menutup terkunci katup-katup letih
di jerat sapa rasa sakit, selaksa
lukisan langit-langit
di sana di ujung reranting ada
embun-embun sepi, yang sedang
menari menolak hasrat hati
agar terus kuat tak tertikam
: mati


@Elmira
Kairo,
29 Mei 2010 [20:02]

Ranting Sepi

angin menggugat
matahari menangis
reranting mati


: itu tentang langkah yang
berjalan gontai nan merapuh.
saat langit bertanya, mengapa
ranting kembali?. mungkinkah
ada panggilan yang merindu?
bernyanyi di tepian cermin hati.


ini bukan tentang bayang yang
membayang di pelataran altar
suci atau mandala pada labirin
juga bukan tentang dedaun yang
merindukan embun lindap
membening.


ini bukan sekalipun bukan tentang
takdir yang masih tertidur di
dalam rahim. ataupun tentang
langit yang berpura-pura
menangis
berduka cita pun tentangmu yang
bergumam merindu


: ini tentang ranting sepi yang
senandungnya sau-sau
melanglang menari, di hunian
mimpi mengkais, menangis,
memeluk rasa. selaksa gemintang
yang merarai menahan pedih
terpetik malam. di antara wajah
yang menghias lembut gemulai
jemari kenangan.


"ah, diriku sulit meraba serpihan
kenang, meski nadi sudah tergigit
peluh."


hingga melangkah, terjatuh,
terbangun, tertatih dan
melangkah kembali, lalu berlari.


: itu
iya itu!
tentang ranting sepi bukan titik
yang di angan-angan juga bukan
penghabisan bayang.


@Elmira
Kairo,
28 Mei 2010 [06:40]

ini tentang kamu

di hening-hening malam ada
ripuh menutur rapal lelah yang
ingin melepas. di pohon cemara
putih, di tiap pucuknya ada rincih
yang di sematkan hingga
terdengar naungan nyatuh yang
mendekih.


di lautan yang tak bertepi selisir
tanpa tuan ada debu-debu dan
pasir yang menimang rindu
ibunda. di tiap bebulir putih
mengenang kenang meraba
bayang yang tak terjamah.


pada pagi ada lima warna yang
meramu milik kamu bukan angan-
angan semu. selaksa kucup-kucup
pelangi tertidur sepekan namun
tetap merekah rindu hingga
rusuk-rusuk menghimpun.


"sayang sudah ku lepas semua
bunga-bunga kapas yang
bersemayam di saruloka batari."


tak lihatkah gemulai tariannya
menghias langit?


"pun sudah ku kunci tiga pintu
di tengarai agar engkau mampu
membentangkan sayap menyabit
punggungmu."


akankah merubah nyata?


seandainya engkau mampu
mengerti
di punggungmu engkau simpan
semua luka dan kesedihan, aku
mampu melihatnya. engkau
simpan sendiri kau ganti dengan
senyuman. lelahkah?. kemarikan
semua lelahlelahmu sayang, agar
dapat ku genggam.


@Elmira
Kairo,
26 Mei 2010 [15:15]
 
 
 

gadis kupu-kupu

gadis kupu-kupu
Hei, kau gadis kupu-kupu.. pa bila ku buka sangkarmu, adakah dirimu akan menjadi binal?, JAWAB..!!, takkah dirimu lihat air mataku menghujam pedih menunggu!. Tetaplah dirimu disana jangan engkau melangkah sejengkalpun melihat dunia luar, tetaplah dalam sangkar, rajut senyummu hingga sempurna, tetaplah. Hingga sampai saatnya nanti matahari lelah pijar.

Bunga Kapas

Bunga Kapas
ah, bunga kapas.. pergilah terbang melayang mengawan yang menawan, lalu pulanglah kembali ceritakan padaku tentang lima warna musim.

pudar Harapan lamun

pudar Harapan lamun
Biarkan aku terjatuh, jangan takut! jangan pernah takut. Biar mereka yang di bawah sana tau!, bahwa aku memiliki apa yang mereka tak miliki. Biarkan mereka semua tau!, yang diatas maupun yang di bawah, bahwa aku masih memiliki Bentang, untuk nikmati hariku di letak tertinggi.
 
Copyright © Ranting Sepi
Using Protonema Theme | Bloggerized by AVR